Kreativitas dan Ketekunan yang Mengantar Gerabah Bantul ke Mancanegara

Nama Parjono Keramik Jaya mungkin terdengar lekat dengan sang pendiri, Parjono (51), sang pengrajin keramik.

Tribun Jogja/MG Sofia Natalia Zebua
Parjono Keramik Jaya di Pasar Ngasem, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM – Di tengah riuh Pasar Ngasem, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta, ada pemandangan yang mencuri perhatian.

Seorang perempuan dengan senyum hangat menyambut wisatawan asing yang mampir ke stan berisi deretan vas, mangkuk, dan lampu tidur dari keramik.

Dialah Agustina Widayati (41), atau akrab disapa Nana, motor penggerak di balik usaha Parjono Keramik Jaya asal Pundong, Bantul.

Nama Parjono Keramik Jaya mungkin terdengar lekat dengan sang pendiri, Parjono (51), sang pengrajin keramik.

Namun di balik tangan terampil Parjono, ada strategi, keberanian, dan inovasi dari sosok Nana yang membuat usaha rumahan ini menembus pasar internasional.

Usaha yang berdiri sejak 2003 itu awalnya hanya dijalankan berdua. Parjono mengerjakan produksi, sementara Nana memegang pemasaran dan desain.

“Kami dulu hanya pemasok paling bawah. Produksi gerabah, dibakar, lalu langsung dijual. Tidak sempat finishing,” kenang Nana.

Namun, perempuan lulusan SMA ini tidak tinggal diam.

Parjono Keramik Jaya di Pasar Ngasem, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta
Parjono Keramik Jaya di Pasar Ngasem, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta (Tribun Jogja/MG Sofia Natalia Zebua)

Ia terus belajar memahami selera pasar luar negeri, bereksperimen dengan desain, dan memperkenalkan finishing baru seperti cat bakar, antik, fosil, dan solid sejak 2018. Dari situlah titik balik dimulai.

Kini, produk Parjono Keramik Jaya tak hanya dipasarkan di Indonesia, tapi juga dikirim ke Yunani, Prancis, Belgia, Denmark, Amerika Serikat, hingga Afrika.

“Barang yang kami produksi semua untuk ekspor, tapi kami tetap juga jadi pemasok lokal,” ujar Nana, Minggu (28/9/2025).

Kesuksesan itu tidak datang tanpa jatuh-bangun. Nana bercerita bagaimana mereka pernah ditipu pembeli, merugi, dan bahkan hampir berhenti produksi karena keterbatasan tenaga kerja.

“Kami pernah rugi karena tidak meminta pelunasan lebih dulu. Sekarang kami belajar dari situ. Kalau belum lunas, barang belum berangkat,” katanya tegas.

Kini, Parjono Keramik Jaya memiliki 27 pekerja dan menjadi salah satu contoh UMKM kerajinan yang mampu bertahan di tengah ketatnya persaingan industri global.

Bagi Nana, kunci keberhasilan bukan sekadar modal besar, tapi keuletan dan pemahaman terhadap pasar.

“Kalau jatuh, bangun lagi. Bukan uang yang utama, tapi kemauan untuk terus belajar,” pesannya.

(MG Sofia Natalia Zebua)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved