Mantan Bupati Sleman jadi Tersangka

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Tanggapi Status Tersangka Mantan Bupati Sleman

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, memberikan mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo

Istimewa
Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X 

Yogyakata Tribunjogja.com --- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, memberikan tanggapan atas penetapan mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah sektor pariwisata Kabupaten Sleman  2020.

Menanggapi proses hukum yang tengah berlangsung, Sultan menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari mekanisme yang harus dijalani. 

Ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menjalankan tugas, terutama bagi para pejabat publik.

“Kalau memang ada yang tidak sesuai, ya biarkan saja berproses. Tidak masalah. Harapan saya, semua bisa lebih berhati-hati,” ujar Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, pada Jumat (3/10/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Sultan juga mengingatkan agar para pejabat senantiasa mematuhi aturan hukum dan tidak bertindak di luar koridor yang telah ditetapkan.

“Hati-hati saja. Jangan sampai melanggar hukum. Ikuti aturan main yang ada,” tegasnya.

Sleman Dilanda Badai Korupsi

Belum habis napas rakyat Sleman menghela kecewa atas korupsi yang menyeret mantan Kepala Diskominfo dan dua lurah dari Trihanggo serta Tegaltirto, kini langit hukum kembali menggelap. 

Kali ini, giliran mantan Bupati Sleman dua periode, Sri Purnomo (SP), yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sleman.

Tokoh yang pernah memegang tampuk kekuasaan dari 2010 hingga 2021 itu kini harus duduk di kursi pesakitan.

Sri Purnamo terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020.

Penetapan tersangka bukan sekadar kabar angin.

Kejari Sleman mengantongi bukti dan dokumen-dokumen resmi dan kesaksian.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto penyidik Kejaksaan telah meningkatkan status seorang saksi dan menetapkannya sebagai tersangka.

Sri Purnamo ditengarai berada dalam lingkaran kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan pengelolaan dana hibah pariwisata di Kabupaten Sleman tahun 2020. 

"Yaitu saksi dengan inisial SP (Sri Purnomo). Saya ulangi saksi dengan inisial SP. Di mana yang bersangkutan merupakan Bupati Sleman periode 2010- 2015 dan 2016- 2021," kata  Bambang Yunianto Selasa (30/9/2025). 

Pada kasus dana hibah itu, berdasarkan kutipan dari laman yogyakarta.bpk.go.id, Kejari Sleman sudah memeriksa 362 orang terkait penyaluran dana hibah pariwisata Tahun 2020.

Satu diantaranya adalah Bupati Sleman, Harda Kiswaya, yang diperiksa sebagai saksi.

Pada pemeriksaan itu, Harda Kiswaya berkapasitas sebagai ketua tim pelaksana penyaluran dana hibah pariwisata Tahun 2020 atau sebagai Sekda. 

Drama Dana Hibah Pariwisata Sleman, Bayang Masa Lalu Harda Kiswaya

Kronologi Kasus

Tahun 2020, saat rakyat Sleman berlindung di balik masker dan ekonomi terengah-engah karena pandemi, Kabupaten Sleman mendapat guyuran dana hibah dari Kementerian Keuangan sebesar Rp65 Miliar tepatnya Rp 68.518.100.000. 

Bukan angka kecil. Dana jumbo itu digelontorkan untuk penanganan Covid-19, lengkap dengan aturan mainnya dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 46/TNK/07/2020.

Namun, kucuran dana itu kini malah membuka masalah baru. 

Kejaksaan Negeri Sleman mencium aroma tak sedap dalam penyalurannya. 

Penyelidikan pun digelar dan hasilnya mantan Bupati Sleman, SP, diduga menyimpang dari jalur. 

Ia memberikan hibah pariwisata kepada kelompok masyarakat yang tidak sesuai dengan perjanjian hibah dan keputusan resmi Kemenparekraf No. KM/704/PL/07/02/M-K/2020 tertanggal 9 Oktober 2020.

Sri Purnowmo menerbitkan Peraturan Bupati No. 49/2020 pada 27 November 2020, isinya pedoman pemberian hibah pariwisata. 

Namun alokasi hibahnya justru menyasar kelompok masyarakat di sektor pariwisata yang tidak termasuk dalam daftar desa wisata maupun desa rintisan wisata yang telah ditetapkan.

Negara merugi Rp10 Miliar tepatnya Rp 10.952.457.030. 

Angka itu bukan hasil tebak-tebakan, tapi berdasarkan audit resmi dari BPKP DIY tertanggal 12 Juni 2021. 

"Penyidik masih terus mendalami pihak-pihak terkait lainnya dan terus berkomitmen untuk memberantas tindak pidana korupsi di wilayah Kabupaten Sleman."kata Kajari Sleman, Bambang Yunianto.

Pengusutan kasus dana hibah itu sudah dilakukan sejak lama, laporan Tribunjogja.com pada 2023, Kejari Sleman sudah melakukan pengusutan perkara dugaan korupsi dana hibah pariwisata 2020.

Kasi Pidus (Pidana Khusus) Kejari Sleman, kala itu, Ko Triskie Narendra menyebutkan, tujuan dana hibah tersebut untuk membantu Pemerintah Daerah dan pelaku Pariwisata seperti industri hotel, restoran, maupun desa wisata yang sedang merosot terdampak pandemi Covid-19. 

Skema pemberian bantuan adalah 70 persen untuk sektor hotel dan restoran.

Sementara, 30 persen sisanya untuk penanganan ekonomi dan sosial yang dialami para pelaku wisata.

Mulai dari destinasi wisata maupun Desa wisata. Namun, dalam penyaluran bantuan tersebut diduga ada yang mengambil untung lebih kurang totalnya Rp10 miliar. 

Pasal

Tersangka SP diduga telah melanggar pasal 2 Juncto pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU nomor 31/1999 tentang pemberantasan Tipikor Juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Kemudian pasal 3 Juncto pasal 18 UU nomor 31 /1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31/1999 tentang pemberantasan Tipikor Jucnto pasal 55 ayat 1 ke 1 KuHP.

Berikut penjelasan Pasal-pasal yang menjerat Sri Purnomo dirangkum Tribunjogja.com dari laman DIH BPK RI: 

1. Pasal 2 Jo Pasal 18 UU Tipikor

Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa:

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Artinya jika ada seseorang mengambil keuntungan pribadi dari uang negara, meski tanpa izin tertulis, dan negara rugi, maka dia bisa dijerat pasal ini. Tak peduli apakah dia pejabat atau bukan.

Pasal 18 mengatur tentang pengembalian kerugian negara, yaitu:

Perampasan hasil korupsi
Pembayaran uang pengganti
Perampasan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana

2. Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor

Pasal 3 menyasar penyalahgunaan wewenang:

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan atau kedudukan, dan merugikan keuangan negara, dipidana penjara 1–20 tahun dan denda Rp 50 juta–Rp 1 miliar.

Artinya: jika ada pejabat pakai jabatannya buat mengatur dana meski tidak melanggar hukum secara langsung, tapi bikin negara rugi, maka bisa kena pasal ini.

3. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Pasal ini menjelaskan siapa saja yang bisa dihukum:

“Dihukum sebagai pelaku: orang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan pidana.”

Melalui pasal ini, tidak harus pelaku utama. Orang yang menyuruh atau ikut-ikutan juga bisa dijerat. Jadi, jika SP tidak sendirian, maka orang-orang yang terlibat bisa ikut kena pasal ini. (han)

Baca dan Ikuti Berita Tribunjogja.com.com di GOOGLE NEWS 

https://news.google.com/search?q=tribunjogja&hl=id≷=ID&ceid=ID persen3Aid

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved