Kisah Mantan Napiter di Bantul Dulu Anggota JI, Sekarang Jualan Mie Ayam Keliling

Dia pernah terjerumus ke dalam ogranisiasi radikal Jamaah Islamiyah (JI) dengan menjadi relawan penggalangan dana untuk disalurkan ke Suriah

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
KISAH NAPITER: Mantan napiter Warjono saat berdialog dengan Bidhumas Polda DIY dalam program deradikalisasi, Selasa (30/9/2025) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perjalanan hidup seorang mantan narapidana terorisme (napiter) bernama Warjono, yang kini menetap di Sewon, Kabupaten Bantul, diwarnai dengan pergolakan batin yang luar biasa.

Dia pernah terjerumus ke dalam ogranisiasi radikal Jamaah Islamiyah (JI) dengan menjadi relawan penggalangan dana untuk disalurkan ke Suriah.

Meski pada akhirnya Warjono kembali memeluk NKRI dan menjalani hidup sebagai penjual Mie Ayam keliling untuk menafkahi istri dan anak-anaknya.

Sebelum masuk ke organisasi JI, pria berusia 49 tahun ini sempat usaha bordir, lalu berjualan mie ayam.

Awal mula dia mengenal JI dimulai dari keikutsertaannya dalam beberapa pengajian rutin.

Sejak 1997 Warjono mulai mengikuti kajian-kajian islam JI di sejumlah tempat.

Sekitar tahun 2000-an dia menjadi jamaah aktif, lalu pada 2006 dia dibaiat sebagai relawan penggalangan dana melalui Syam Organizer, sebuah yayasan yang diduga mendanai kegiatan radikalisme di Suriah. 

"Dari SMA sedikit banyak kenal islam,  kajian itu saya ikuti di Jogja. Kemudian saya sambil kerja ikut ngaji, lalu menikah ikut pengajian walau belum sepenuhnya," ujar Warjono, saat menghadiri program deradikalisasi Bidhumas Polda DIY, Selasa (30/9/2025).

Selama mengikuti kajian, Warjono dinilai memiliki potensi untuk direkrut sebagai anggota JI.

"Karena saya agak kritis. Kemudian diarahkan oleh seseorang nanti masuk ke dalam jaringan, ya, mungkin orang-orang menilai saya ini potensi," ujarnya.

Begitu masuk ke dalam jaringan itu, Warjono menjalankan tugasnya menggalang dana kemanusiaan di Palestina dan Suriah.

Selama menjalankan tugasnya itu dia tidak merasa curiga, sebab organisasi yang menaunginya telah mendapatkan izin dari pemerintah.

"Tetapi setelah uang itu diberikan ke Palestina dan Suriah, saya kan mikir. Itu diserahkan ke siapa?," jelasnya.

Dia baru sadar seusai beberapa anggota JI tertangkap Densus 88, dan diperoleh keterangan bahwa relawan yang diberangkatkan ke Suriah ternyata dilatih persenjataan.

"Di sana kan ternyata dilatih bongkar dan pasang senjata. Terus saya sadar, ini bahaya kalau udah mengarah ke senjata. Di Indonesia saja orang bawa senjata harus berizin," ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved