Serapan BBM Subsidi Nelayan Sadeng di Gunungkidul Belum Optimal, Ini Penyebabnya

Menurut Johan, rendahnya serapan dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain syarat administrasi yang harus dipenuhi nelayan.

Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Yoseph Hary W
Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Foto dok ilustrasi. Kapal Nelayan Pantai Sadeng saat berdemaga di Pelabuhan Sadeng, Gunungkidul, beberapa waktu lalu 

Laporan Reporter Tribun Jogja Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL- Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul akui penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk nelayan di Pantai Sadeng belum terserap dengan baik.

Kepala DKP Gunungkidul, Johan Wijayanto, menjelaskan setiap bulan tersedia 28 ribu liter BBM subsidi jenis pertalite dan solar untuk nelayan terdaftar. Namun realisasi pemakaian rata-rata hanya sekitar 3.500 liter per bulan.

“Penyaluran sudah menggunakan aplikasi X-Star sehingga tercatat sampai pusat. Kuota yang tersedia sesuai permohonan, namun kenyataannya tidak terserap habis,” kata Johan, Senin (29/9/2025).

Menurut Johan, rendahnya serapan dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain syarat administrasi yang harus dipenuhi nelayan. Pembelian hanya dapat dilakukan oleh kapal di bawah 30 GT, beridentitas nelayan lokal, serta melampirkan kartu pas kapal dan surat permohonan.

Selain itu, tidak semua nelayan di Pantai Sadeng merupakan warga setempat, sehingga sebagian lebih memilih membeli BBM nonsubsidi yang tidak mensyaratkan kelengkapan dokumen. Harga BBM subsidi yang didistribusikan juga ditambah Rp1.000 per liter untuk biaya pengiriman ke lokasi.

Meski demikian, Johan menegaskan tidak ada peluang penyelewengan dalam penyaluran BBM subsidi karena seluruh transaksi tercatat di sistem dan penerima merupakan nelayan terdaftar.

“Kalau ada jual beli ilegal, kuota seharusnya habis. Faktanya kuota tersisa, artinya pemanfaatan yang belum optimal. Pertalite dan solar sesuai dengan kuota tidak terserap habis , artinya kami ini permintaannya berdasarkan surat permohonan, kemudian kuota yang kami diberikan by name by address, kemudian semuanya tercatat dalam aplikasi x star tidak mungkin terus ada jual beli, kalau ada jual beli (ilegal) seharusnya kuota habis," kata Johan.

Sementara itu, Ketua Kelompok Nelayan Sadeng, Sarpan mengaku tidak merasakan kesulitan mengakses BBM. Dia mengatakan bersama nelayan kecil menggunakan BBM jenis pertalite. Dirinya pun terkejut dengan pemberitaan soal adanya dugaan monopoli BBM nelayan di wilayahnya.

"Kalau solar kurang tahu karena sebagian besar nelayan sini pakai pertalite. Kalau harga, dari pengecer itu satu liter Pertalite Rp 11.000 perliter, tapi kalau solar saya tidak tahu," tutupnya (ndg) 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved