Fakta-fakta Animasi Viral "Ikan Mas Tur Dedari" Karya Mahasiswa MMTC Yogyakarta
Animasi karya Anak Agung Gde Bagus Adhistya Sedana, mahasiswa Animasi Sekolah Tinggi Multi Media (STMM) MMTC Yogyakarta menuai respon positif
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM – “Jangan malas, jangan kelamaan murung. Makanya aku bilang kita harus tahu moodbooster bagaimana agar tidak membuang-buang waktu”.
Itulah pesan Anak Agung Gde Bagus Adhistya Sedana, mahasiswa Animasi Sekolah Tinggi Multi Media (STMM) MMTC Yogyakarta kepada generasi muda Indonesia.
Kalimat itu terdengar sederhana, tetapi menjadi kunci dari konsistensinya melahirkan sebuah karya animasi yang kini ramai diperbincangkan, yaitu Ikan Mas Tur Dedari.
Ketika Karya Menjadi Sorotan
Adhistya tidak pernah menyangka, unggahan karyanya pada Senin sore pukul 18.00 WIB di TikTok mendadak ramai dan viral.
“Takut aku sebenarnya, karena keramean,” ungkapnya jujur.
“Aku memang suka kalau lihat orang punya karya diapresiasi. Takutnya karena semakin besar audiensnya, semakin besar juga tanggung jawabnya.”
Namun keramaian itu juga membuka pintu lain. Karya Adhistya telah tayang di Animation Expo (AXPO), dihubungi oleh pihak penyelenggara langsung.
Legenda Bali yang Dikemas Modern
Inspirasi Ikan Mas Tur Dedari berakar dari cerita rakyat Bali.
“Judulnya Durma lan Rajapala, premisnya kurang lebih sama: pemuda yang menikah dengan bidadari, punya anak, lalu bidadarinya harus kembali ke surga,” jelasnya.
Menurut Adhistya, tidak jarang film animasi berlatar Bali berhenti pada gambaran klise, seperti orang memakai kain dan selendang setiap hari.
Maka dari itu, ia memodifikasi cerita agar bisa hadir dalam latar modern, menampilkan kondisi Bali yang nyata.
“Ceritanya aku modifikasi lagi supaya set latarnya bisa modern. Tujuannya untuk menggambarkan kondisi Bali yang sebenarnya,” ucap Adhistya.
Ia juga ingin menampilkan detail budaya tentang aturan Perda Bali mewajibkan siswi SD dan SMP mengikat rambut dua jalinan dengan pita.
“Itu fakta unik, dan aku ingin munculkan juga,” tambahnya.
Muse Karya Acuan Visual: Makoto Shinkai
Dari sisi visual, Adhistya mengakui terinspirasi karya Makoto Shinkai.
Banyak dari komentar warganet yang menyandingkan Ikan Mas Tur Dedari dengan karya Makoto Shinkai.
Mereka menyadari adanya kemiripan di dalan film animasi tersebut.
“Itu memang acuan visual, aku tulis di subbab skripsi. Dan ternyata pesan visualnya sampai ke orang-orang,” ucapnya.
13 Bulan, 130 Background, dan Tidur 2 Jam
Proses kreatif Adhistya berlangsung panjang, sekitar 13 bulan.
Tahap pra produksi hanya sebulan karena fokus proposal, sementara tahap produksi lebih lama.
“Makan waktu 10 bulan, soalnya harus bikin sekitar 130 background, semua digambar sendiri. Itu juga yang jadi konsentrasi skripsiku, background realis,” jelasnya.
Dalam proses itu, ia juga mendapat bantuan sang adik yang masih SMA untuk di bagian coloring animasi.
Tentu menyusun rangkaian gambar hingga menjadi animasi bukanlah hal yang enteng.
Perlu sebuah pengorbanan dibaliknya, termasuk mengorbankan jam tidur.
“Kurang tidur,” ucapnya. Rekor terparah adalah tidur hanya dua jam. “Itu jam 4 tidur, bangun jam 6 atau 7. Soalnya aku biasa bangun jam segitu”.
Meski begitu, ia mengaku masih bisa menikmati prosesnya. “Selain kurang tidur, ya enjoy aja. Alhamdulillah nggak sampai sakit.”
Baca juga: Cerita Mursito, Pensiunan Pegawai BUMN yang Menekuni Kerajinan Keset Anyam dari Kain Limbah Pabrik
Makanan sebagai Pendobrak Moodbooster
Bagi Adhistya, resolusi paling sederhana adalah makan.
“Makan ‘kan nggak nyita waktu. Jadi habis makan udah bisa ngerjain lagi, mood balik lagi, dan nggak sakit,” ungkapnya.
Baginya, menjaga kesehatan adalah kunci.
“Jaga kesehatan, makan, minum vitamin, kalau udah sakit cepat-cepat cari obat. Harus tahu moodbooster sendiri itu apa, supaya nggak buang-buang waktu.”
Mimpi yang Lebih Besar
Keberhasilan Ikan Mas Tur Dedari membuka peluang lebih besar.
“Aku kepikiran, gimana ya kalau bisa diterusin ke bioskop. Aku pengen banget bikin film sebenarnya,” katanya penuh semangat.
Pesan untuk Generasi Seperjuangan
Bagi Adhistya, perjalanan ini mengajarkan pentingnya disiplin dan kesadaran akan tanggung jawab.
“Jangan males, jangan kelamaan murung. Harus tahu moodbooster, jangan menggampangkan, dan harus tahu tanggung jawab,” tegasnya.
Perjalanan Adhistya lewat Ikan Mas Tur Dedari membuktikan bahwa karya yang lahir dari akar budaya dapat tetap relevan di era digital.
Dengan ketekunan, ia tidak hanya berhasil menuntaskan tugas akhirnya, tetapi juga membuka peluang baru bagi film animasi Indonesia.
( MG/Farah Amiratunnisa )
4 Hari Tayang, Jumlah Penonton Film Merah Putih One For All Tembus 1.516 |
![]() |
---|
Kontroversial, Film Merah Putih One For All Terpantau Tidak Tayang di Bioskop Yogyakarta |
![]() |
---|
Ramai Merah Putih: One for All, Ini 4 Film Animasi Indonesia Wajib Ditonton |
![]() |
---|
STMM MMTC Yogyakarta Siapkan Transformasi Menuju Sekolah Vokasi Digital dan Multimedia |
![]() |
---|
STMM MMTC Yogyakarta Luluskan 219 Mahasiswa di Wisuda Periode II TA 2024/2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.