Nasib Proyek Jalur Jalan Lintas Selatan Wilayah Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta

Warga Karangwuni, Wates, Kulonprogo, masih belum mendapatkan kejelasan ganti rugi atas lahan mereka yang terdampak proyek

TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
TIDAK JELAS: Patok penanda proyek JJLS yang berada di dekat Kantor Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, Rabu (25/07/2025). Hingga kini belum ada kejelasan terkait kelanjutan dari proyek tersebut. 

Kulon Progo Tribunjogja.com --- Warga Karangwuni, Wates, Kulonprogo, masih belum mendapatkan kejelasan ganti rugi atas lahan mereka yang terdampak proyek peningkatan empat lajur Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS)

Hingga awal September 2025, rencana pelebaran jalan itu belum juga dipastikan kelanjutannya oleh pemerintah pusat.

PROTES - Spanduk protes warga Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo yang baru dan dipasang pada Senin (01/09/2025). Warga sepakat menolak kelanjutan proyek JJLS lantaran tidak ada kejelasan soal pencairan UGR.
PROTES - Spanduk protes warga Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo yang baru dan dipasang pada Senin (01/09/2025). Warga sepakat menolak kelanjutan proyek JJLS lantaran tidak ada kejelasan soal pencairan UGR. (TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando)

Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY, Anna Riana Herbranti, menjelaskan Pemda DIY sudah berulang kali bersurat kepada Kementerian Pekerjaan Umum terkait tindak lanjut rencana pelebaran jalur tersebut.

“Untuk yang dua lajur sudah dibebaskan dan dibangun. Hanya memang kalau mau dibuat empat lajur masih menunggu Kementerian, kapan akan dibangun. Kami sudah bertanya lagi mau ditindaklanjuti jadi empat lajur enggak,” kata Anna di Yogyakarta, Selasa (2/9/2025).

Rencana peningkatan empat lajur di ruas sepanjang 3,5 kilometer itu sebelumnya sudah memiliki IPL. 

Namun masa berlakunya habis pada 2022, tanpa ada satu pun tindak lanjut pembangunan. 

“Belum ada pembangunan apa-apa,” ungkap Anna.

Ia menambahkan, apabila pemerintah pusat memutuskan melanjutkan rencana pelebaran menjadi empat lajur, maka seluruh tahapan administrasi harus diulang dari awal.

“Kalau akan dilanjutkan, perlu diulangi dari awal proses pembuatan IPL, dokumen perencanaan pengadaan tanah, proses appraisal, sosialisasi, dan sebagainya,” ujarnya.

Sejauh ini, sebagian besar JJLS yang terbangun di wilayah DIY baru berupa dua lajur. 

Hanya di beberapa titik yang sudah dibebaskan sejak awal, jalan dibangun langsung empat lajur.

Ada sekitar 400 kepala keluarga (KK) di Karangwuni, Wates, yang lahannya terdampak proyek JJLS namun belum juga mendapat kejelasan soal pembebasan. 

Pada Juli lalu, sejumlah warga telah mendatangi Pemda DIY untuk meminta kepastian dan dijanjikan jawaban pada Agustus.

Namun, hingga Agustus berakhir, jawaban tak kunjung diberikan. Warga pun menyampaikan protes dengan memasang sejumlah spanduk aspirasi pada Senin (1/9/2025). 

Salah satu spanduk bertuliskan “Permainan apa di proyek JJLS? Sampai Rakyat Menderita”.

Warga Karangwuni Merasa Dipermainkan Pemerintah: Kadung Berutang, Janji Pencairan UGR JJLS Tak Jelas

Asal Usul Proyek JJLS

Proyek Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) di Kulon Progo terhambat akibat kendala administratif dan belum tersedianya anggaran dari pemerintah pusat.

Proses pembebasan lahan sudah berhenti total, menyusul berakhirnya masa berlaku Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) yang menjadi dasar hukum pembangunan JJLS.

Dan proses pembebasan lahan terhenti sejak IPL berakhir pada 22 Desember 2022.

Satu diantara dampak yang signifikan adalah lahan sebagian warga yang terdampak tak mendapatkan pencairan ganti rugi.

Catatan Tribunjogja.com, karena tak ada kejelasan, warga terdampak asal Kalurahan Karangwuni, Wates, Kulon Progo, melakukan audiensi ke pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu (23/7/2025). 

Pemerintah Daerah (Pemda) DIY memberikan jawaban proyek JJLS berstatus sebagai jalan nasional, artinya Pemda DIY tidak bisa mengambil keputusan sendiri.

Berdasarkan catatan dari laman pu.go.id, proyek Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) adalah keputusan politik nasional.

Proyek itu telah disepakati dan diputuskan bersama antara Eksekutif dengan Legeslatif ditingkat pusat.

JJLS sendiri akan membentang melalui lima provinsi dari Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY hingga Jawa Timur.

Oleh sebab itu lima Gubernur telah menyepakati proyek JJLS pada 18 Februari 2004 kemudian menjadi keputusan politik nasional, karena telah pula disetujui Dep.Kimpraswil (saat ini Dep.PU) dan DPR-RI.

Pada 2024 dari semua provinsi yang akan dilalui JJLS, hanya Yogyakarta yang sudah merespon dengan langkah kongkrit berupa pengkajian dan lokakarya, hal itu diungkapkan oleh Erman Soeparno, yang pada masa itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR-RI dari Fraksi PKB.

Pernyataan Erman Soeparno diungkapkan ketika melakukan kunjungan kerja di Yogyakarta.

Khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, JJLS akan melintasi Kabupaten Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul.

JJLS itu dari Banten hingga Jawa Timur, diperkirakan bakal menelan anggaran lebih kurang Rp3 Triliun dan selesai dalam jangka waktu 5 tahun.

Program Jangka Panjang dan Pendek 

1. Program Jangka Pendek (2005–2007) 

Pemanfaatan jalan eksisting dengan pelebaran hingga 7 m untuk menghubungkan Congot (batas Jateng)–Duwet (batas Jatim) sepanjang 130,3 km.

2. Program Jangka Panjang (2008–2025)

Pembangunan badan jalan 24 m (aspal 2×7 m), pembangunan terowongan serta jembatan sepanjang total 117,6 km di Daerah Istimewa Yogyakarta

Perkembangan Terbaru

Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan pencairan ganti rugi bagi warga terdampak proyek Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) di Kulon Progo masih terhambat akibat kendala administratif dan belum tersedianya anggaran dari pemerintah pusat.

Hal tersebut diungkapkan Asisten Sekretariat Provinsi DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, usai menerima audiensi warga Kalurahan Karangwuni, Wates, Kulon Progo, terdampak proyek pembangunan JJLS di Ruang Gandhok Kiwa, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (23/7/2025).

Tri Saktiyana menjelaskan bahwa sebagian warga memang telah menerima ganti rugi. 

Namun, sebagian lainnya masih harus menunggu karena status Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) proyek telah berakhir dan anggaran belum tersedia.

“IPL proyek JJLS diterbitkan tahun 2019 dan hanya berlaku selama dua tahun. Kemudian, kami menduga ada gonjang-ganjing anggaran dari pemerintah pusat karena bertepatan dengan pandemi Covid-19. Maka saat ini IPL tersebut tidak berlaku. Apabila diteruskan secara formal, IPL harus diperbarui lagi,” ujar Tri Sakti.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada indikasi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran ganti rugi proyek tersebut. 

Pemeriksaan telah dilakukan oleh Inspektorat DIY terhadap OPD yang terlibat.

“Bahkan sudah diperiksa oleh inspektorat, pancen ra ono duite (memang tak ada uang/anggaran),” tegasnya.

Minta Kejelasan

Perwakilan warga Karangwuni, Eko Yulianto, menyatakan bahwa dalam kesempatan tersebut mereka mempertanyakan kejelasan kelanjutan proyek JJLS.

“Kami menanyakan terkait kejelasan proyek JJLS, apakah lanjut atau tidak,” kata Eko seusai pertemuan.

Menurut Eko, proyek jalan nasional itu dipastikan akan tetap berlanjut, tetapi para warga belum memperoleh kejelasan terkait kompensasi atas lahan mereka yang terdampak.

“Tapi saat dituntut masalah kompensasi, Pemkab dan Pemda belum bisa memberikan jawaban karena harus koordinasi dengan pusat,” ujarnya.

Berdasarkan informasi dari warga, proses pembebasan lahan sudah berhenti total, menyusul berakhirnya masa berlaku Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) yang menjadi dasar hukum pembangunan JJLS. Proses ini terhenti sejak IPL berakhir pada 22 Desember 2022.

“Alasannya batas IPL sudah habis, tapi pemerintah juga berencana Agustus akan memberikan jawaban yang pasti terkait uang ganti rugi,” kata Eko.

Ia menambahkan, terdapat sekitar 400 kepala keluarga di Karangwuni yang belum mendapatkan uang ganti rugi. 

Nilai kompensasi berbeda-beda tergantung luas lahan, dengan estimasi harga Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per meter persegi.

“Masalah ini kami menanyakan dengan tegas, kalau tidak ada respon kami akan memblokir (proyek JJLS),” ujarnya.

Ketemu Pemerintah Pusat

Sementara itu, Kepala Dinas PUPESDM DIY, Anna Rina Herbranti, menjelaskan bahwa karena JJLS berstatus sebagai jalan nasional, Pemda DIY tidak bisa mengambil keputusan sendiri.

“Kami harus koordinasi dengan pusat, karena statusnya merupakan jalan nasional,” ujarnya.

Menurut Anna, total panjang ruas JJLS dari Garongan hingga Congot mencapai 19 kilometer. Dari total tersebut, sekitar 7 kilometer lahan masih belum terbebaskan. 

Pemerintah daerah berencana melakukan pertemuan dengan pemerintah pusat pada awal Agustus untuk membahas tindak lanjut pembebasan lahan dan pencairan ganti rugi.

“Jangan sampai sudah ada pembebasan, tapi pusat malah tidak ada aktivitas pengembangan proyek di situ. Maka harus ada koordinasi dengan matang terlebih dahulu,” kata Anna.

Hingga kini, warga terdampak proyek JJLS masih menunggu realisasi ganti rugi. Mereka berharap, hasil pertemuan antara Pemda DIY dan pemerintah pusat pada Agustus mendatang dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat yang lahannya telah digunakan. (han/iwe)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved