Tradisi Saparan

Tradisi Saparan Lereng Gunung Andong, Warga Mantran Wetan Magelang Kirab Tumpeng dan Ingkung

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SAPARAN: Kirab Saparan di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Rabu (13/8/2025)

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG -  Jalan-jalan kecil di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tampak lebih sesak dari biasanya, pada Rabu (13/8/2025). 

Dari setiap sudut kampung, warga berjalan beriringan sambil membawa puluhan ingkung ayam utuh dan tumpeng berhiaskan sayuran. 

Di antara kepulan kabut lereng Gunung Andong, terdengar suara gamelan berpadu derap langkah kaki yang mengiringi kirab Saparan.

Hari itu memang bukan hari biasa bagi warga Mantran Wetan. 

Sesuai penanggalan Jawa, mereka merayakan Saparan pada Rabu Pahing di bulan Sapar yang diyakini membawa keberkahan. 

Tradisi ini sudah diwariskan turun-temurun oleh para leluhur.

Tujuan akhir kirab tersebut adalah rumah kepala dusun setempat. 

Di sana, hasil bumi dikumpulkan sambil dilakukan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama. 

Warga memohon keselamatan dan kelimpahan rezeki.  

Seusai doa, warga pulang ke rumah masing-masing, lalu menerima kedatangan sanak saudara maupun tamu dari luar dusun untuk bersilaturahmi. 

"Hari ini ada kirab tumpeng jongko dan ingkung sewu. Kirab keliling dusun di sepanjang jalan Dusun Mantra Wetan menuju ke tempat bapak Kadus,” kata Supadi Haryanto, tokoh masyarakat Mantran Wetan, kepada Tribunjogja.com Rabu (13/8/2025).

Menurutnya, ini menjadi wujud syukur masyarakat atas limpahan rezeki dari hasil pertanian maupun pekerjaan lainnya. 

“Semua warga Mantran Wetan atas rasa syukur semoga diterima Allah SWT, semoga menjadi rezeki, manfaat halal yang barokah,” ucapnya.

Dia menjelaskan, Saparan selalu digelar pada Rabu Pahing di bulan Sapar. 

Jika pada bulan tersebut tidak ada Rabu Pahing, maka pelaksanaan dipindahkan ke bulan Mulud pada hari yang sama. 

Tahun ini juga dimeriahkan pentas kesenian seperti wayang kulit dan pertunjukan lainnya. 

Tercatat ada sekitar 155 kepala keluarga yang berpartisipasi, masing-masing memberikan iuran untuk biaya kegiatan. 

Namun, menurut Supadi, biaya yang dikeluarkan warga di rumah masing-masing untuk jamuan tamu bisa jauh lebih besar, bahkan puluhan kali lipat dari iuran. 

Hal itu terjadi karena tradisi mengundang keluarga dan kerabat berlangsung sejak pagi hingga larut malam. 

“Kalau rata-rata per KK itu sekitar 5–6 juta, bisa sampai 10 juta per KK untuk uborampe konsumsi,” ujarnya. 

Bagi warga, jamuan ini merupakan bentuk sedekah yang terasa belum lengkap jika tamu belum duduk, makan, lalu pamit pulang.

Kepala Dusun Mantran Wetan, Handoko menuturkan, pelaksanaan Saparan di kampungnya tidak pernah lepas dari penentuan hari Rabu Pahing. 

Ia mengingatkan cerita lama ketika pelaksanaan dipindah ke hari lain dan berakibat nasi tumpeng yang dibawa pulang warga menjadi basi. 

Sejak itu, warga berpegang pada hari pelaksanaan yang sudah diwariskan leluhur.

"Sehingga sampai saat ini dipertahankan harinya itu tetap hari Rabu Pahing. Kalaupun di bulan Safar tidak ada hari Rabu Pahing, makanya kita pindah ke bulan Mulud yang tepat pada hari Rabu Pahing,” urainya.

Sebelum pentas wayang kulit, ada pertunjukan wajib jaran kepang papat yang dimainkan empat orang. 

Kuda kepang dicat hijau dan kuning, dengan dua penari membawa pedang dan dua lainnya membawa bendera, diiringi tiga bende dan satu terbang. 

Handoko menegaskan, pertunjukan ini bukan bentuk kemusyrikan, melainkan bagian dari kepercayaan dan tradisi masyarakat setempat.

“Kita bukannya musyrik, tapi kita punya kepercayaan dan punya keyakinan. Kalau misalkan jaran kepang papat itu tidak dipentaskan mungkin ada efek negatifnya yang kita rasakan,” ujarnya. 

Supadi menambahkan, pementasan jaran kepang papat merupakan wangsit dari para sesepuh dan dianggap sebagai pusaka sekaligus sumber kekayaan dusun.

Warna hijau pada kuda jantan melambangkan kemakmuran, sedangkan kuning pada kuda betina melambangkan kemurnian, kesucian, dan kerelaan hati warga. (tro)

Baca juga: Lomba Bapak-bapak Masak Nasi Goreng Magelangan di Pemkab Magelang

Berita Terkini