“Pameran ini menegaskan komitmen kami untuk terus merespons dinamika zaman sekaligus memperkuat peran Salon et Cetera sebagai ruang diskursus yang hidup,” ujarnya.
Pameran ketiga bertajuk Kiasmos, dikuratori oleh Agung Hujatnikajennong, menampilkan 21 karya dari 12 seniman asal Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Judul Kiasmos diambil dari istilah Yunani yang berarti “persilangan”.
“Dalam konteks ini, Kiasmos menggambarkan titik temu antara tubuh dan dunia, ketika yang melihat juga dilihat, yang menyentuh turut disentuh,” terang Tomi, mengutip filsuf Maurice Merleau-Ponty.
Ia menambahkan, pengalaman seni tak lagi bersifat satu arah.
Dalam proses penciptaan, maupun saat mengapresiasi karya, terjadi persilangan antara diri dan dunia.
“Melihat lukisan bukan sekadar melihat, tapi mengalami. Tubuh bereaksi, pikiran mengembara, hati tersentuh. Di situlah batas antara karya dan penikmat mulai mengabur,” jelas dia. (*)