TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan menemui puluhan pegawai PT Selo Adikarto (SAK) yang datang menggeruduk kantornya pada Jumat (08/08/2025). Mereka datang meminta kejelasan soal nasib mereka pasca keputusan penghentian operasional perusahaan milik daerah (Perumda) itu.
Agung pun memberikan penjelasan terkait keputusannya itu. Menurutnya, permasalahan PT SAK sudah terjadi jauh sebelum keputusan dibuat, bahkan sebelum ia menjadi bupati.
"Permasalahan hukum PT SAK sudah terjadi sejak 2023, dan dari direksi abai terhadap proses hukum yang berjalan," jelas Agung di hadapan para pegawai.
Masalah yang dihadapi PT SAK adalah laporan keuangannya yang dinilai janggal. Selain itu, perusahaan tersebut juga menanggung utang dan tidak menyetorkan hasil keuntungannya ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Agung, puncak dari permasalahan PT SAK adalah saat direksi tidak mengikuti perintahnya. Yaitu agar melakukan kajian laporan keuangan namun lewat akuntan publik yang berbeda dari biasanya agar ada perbandingan data.
"Selama 2 bulan direksi abai dengan perintah saya sebagai pemilik saham perusahaan," ujarnya.
Agung menyatakan keputusan penghentian sementara operasional PT SAK diambil untuk menghormati proses hukum yang berjalan. Sebab ia tidak ingin dianggap menghalangi proses hukum tersebut.
Adapun para pegawai juga menuntut hak gaji yang tidak diterima sejak Januari 2025, sedangkan keputusan penghentian operasional sendiri baru dibuat pada Juli 2025. Itu sebabnya, masalah tersebut dinilai masih tanggung jawab direksi.
"Sebab yang keliru di sini adalah pengelolanya, bukan pemilik yang sudah memberikan modal," katanya.
Meski demikian, Agung berjanji akan mendampingi perwakilan pegawai untuk menuntut haknya pada pihak direksi. Rencananya pertemuan akan berlangsung pada Senin (11/08/2025) mendatang.
Sekretaris Daerah Kulon Progo, Triyono menyampaikan bahwa PT SAK sudah dimodali sekitar Rp 32 miliar oleh Pemkab Kulon Progo. Namun ternyata perusahaan tersebut juga memiliki utang hingga Rp 30 miliar, sehingga Pemkab harus menanggung kerugian sekitar Rp 60 miliar.
"PAD dari PT SAK pun belum mencapai separuhnya, hanya beberapa kali setor keuntungan," ujarnya.
Salah satu karyawan PT SAK yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa nasib mereka seakan tergantung tanpa kejelasan. Apalagi dengan tidak adanya gaji sejak Januari 2025.
Setidaknya ada 45 pegawai yang bernasib demikian. Mereka menilai salah satu penyebabnya adalah keputusan Bupati yang menghentikan operasional PT SAK sampai ada status hukum yang jelas atas kasusnya.
"Padahal kami sudah bekerja cukup lama, namun belum digaji selama berbulan-bulan," kata karyawan tersebut di hadapan Bupati Kulon Progo.(alx)