"Kalau diserahterimakan ke desa, kami juga repot. Kami tidak akan mampu memelihara jembatan sepanjang ini," kata Arya.
Sebagai langkah mitigasi, pihak desa telah membuat imbauan melalui media sosial agar warga lebih waspada saat melintas.
Terlebih, jembatan ini ramai dilewati setiap pagi dan sore oleh warga yang hendak sekolah, bekerja, hingga wisatawan yang menuju pemandian air panas di kawasan tersebut.
"Kalau hujan, licin sekali. Jembatan ini juga tinggi, mungkin sekitar 10–15 meter dari permukaan sungai," ungkapnya.
Siti Kurniawati (29), warga setempat, mengaku selalu merasa was-was saat melintasi jembatan. Bahkan ibunya pernah terjatuh saat melintasi jembatan tersebut.
"Katanya sudah sering dilaporkan, tapi nggak ada tindakan. Dulu sempat ada perawatan, tapi sekarang sudah lama dibiarkan. Ibu saya saja pernah dua kali jatuh (saat melintas) pas hujan," tuturnya.
Nia menyebut, jembatan itu sangat membantu warga yang ingin menuju Tempuran atau pasar Sraten, karena jika harus memutar, warga bisa menghabiskan waktu hingga 30 menit melewati wilayahTanjung dan Borobudur.
"Jadi ini sangat membantu sekali," jelasnya.