Mengingat, RPH tersebut juga dijadikan sebagai tempat pengawasan penyakit-penyakit hewan yang bisa menular ke manusia.
"RPH Baledono sekarang sudah bersertifikat halal termasuk pengusaha dan pengelolaan di sana. Tujuannya untuk mningkatkan kualitas bahan pangan asal hewan yang dihasilkan RPH agar memenuhi standar aman, sehat, mutu, dan halal. Kalau RPH Kutoarjo masih berproses," kata dia.
Menurutnya, peningkatan kewaspadaan PHMS sangat penting dilakukan, meskipun di Kabupaten Purworejo sendiri belum pernah ada kasus temuan antraks.
Lantaran, Kabupaten Purworejo masuk kategori daerah terancam karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulon Progo, DIY, yang pernah ada riwayat temuan antraks.
"Kami terus mengedukasi masyarakat untuk tidak memotong hewan ternak yang sakit tanpa pengawasan atau pemeriksaan terlebih dahulu dari tenaga kesehatan hewan. Karena kalau di daerah lain, kasus antraks ketahuan setelah mereka memakan daging yang ternyata disembelih saat ternak sakit," tutur dia.
"Padahal, kalau hewan terkena antraks itu darahnya tidak bisa membeku. Sehingga kadang orang mengira hewan itu masih hidup padahal sebenarnya sudah mati. Nah kalau hewan penderita antraks darahnya sampai keluar maka nanti bakterinya otomatis jadi spora," imbuhnya.
Bakteri itulah yang mencemari tanah dan bertahan sampai puluhan tahun.
Oleh karena itu, daerah yang sudah pernah ditemukan kasus antraks biasanya bisa muncul lagi. (*)