Dalam pengamatannya, pengendara akan ramai melewati perlintasan sebidang itu di pagi hari maupun sore hari.
“Ramainya ini kalau jam anak sekolah. Ke arah sana (Selatan) itu kan ada sekolah. Jam pulang kerja juga ramai. Perlintasan sebidang ini tidak mungkin ditutup karena jalur alternatif menuju Wonosari dan Piyungan,” ucapnya.
Tetap Jaga Meski Hujan Tak Reda
Hujan reda yang melanda daerah Klaten dan sekitarnya beberapa hari belakangan juga tidak menyurutkan niat Dian untuk tetap berjaga di perlintasan sebidang itu.
Dia menyiapkan payung, juga jas hujan agar tidak terbasahi air hujan yang turun.
“Bisa juga, kami jaga dari tenda ini. Kami berhentikan pengendara dari sini (bagian utara) dan yang sana (bagian selatan), kami aba-aba dengan tangan agar berhenti,” tutur Dian.
Sebagai penjaga dan juga warga setempat, Dian merasa aman dengan adanya penjagaan seperti itu.
Sebab, bagaimanapun, perlintasan sebidang di Desa Taji kini memiliki pengamanan ekstra, bukan hanya rambu-rambu maupun polisi tidur saja.
“Saya dengar ada kecelakaan di sini dan itu memang sering. Kalau di hari raya, seperti Natal dan Lebaran itu baru dijaga ketat sama KAI atau Dishub, tapi kalau enggak, ya enggak. Kalau kayak gini (ada penjaganya) lebih aman,” tutupnya.
Pengendara Merasa Aman
Rian (25) merasa lebih aman dengan keberadaan penjaga perlintasan sebidang tanpa palang di daerah tersebut.
Ia sering melewati daerah tersebut untuk menuju ke suatu tempat dan merasa was was jika tidak ada penjaga.
“Di sini kan sering kecelakaan. Tahun 2022 itu juga ada, tahun 2024 ya yang kemarin itu. Kalau ini ditutup, tidak mungkin karena kalau kita jalan memutar, malah jauh. Aman dijaga begini,” bebernya.
Dia juga setuju jika perlintasan sebidang di Desa Taji diberi palang otomatis agar memberikan rasa yang lebih aman kepada pengendara.
“Kalau ada palang ya lebih aman. Bagusnya memang begitu. Sekarang yang penting dijaga dulu. Ke depan katanya mau dipalang sih,” beber Rian.