Pembangunan kompleks pemakaman raja di Bukit Merak ini dimulai pada tahun 1554 Saka atau 1632 Masehi.
Sebenarnya waktu itu Sultan Agung telah memerintahkan untuk membangun pemakaman keluarga kerajaan di Bukit Girilaya.
Baca juga: Sejarah Tugu Pal Putih Jadi Sumbu Filosofi Yogyakarta, Simbol Pengayoman Sultan Kepada Rakyatnya
Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Sumbu Filosofi Yogyakarta? Ternyata Asal Usulnya dari Sejarah Abad 18
Akan tetapi, karena Panembahan Juminah yang mengawasi pembangunannya pemakaman meninggal dan dimakamkan di Giriloyo, maka Sultan Agung memerintahkan untuk membuat pemakaman baru.
Kala itu, Sultan Agung membangun kompleks makam di Imogiri dengan maksud untuk digunakan sebagai pemakaman keluarga dan keturunan Raja-Raja Kesultanan Mataram Islam.
Pada masa itu Sultan Agung mendapuk Kiai Tumenggung Citrokusumo untuk memimpin pembangunan Makam Imogiri dengan gaya Hindu dan Islam.
Berawal lemparan dari tanah Arab terpilihlah Pasarean Imogiri
Pesarean Imogiri ini bangun di atas bukit. Sebelum Sultan Agung membangun pemakaman ini, ia membawa pasir yang berasal dari Arab.
Seperti yang dilansir Tribunjogja.com dari laman KIKOMUNAL Kemenkumham RI, sebenarnya Sultan Agung ingin dimakamkan di sebuah tempat di Mekah yang memiliki tanah yang harum.
Sayangnya, niat itu pun terurungkan karena mendapat pertimbangan dari sahabat dan ulamanya.
Mereka menyebutkan jika nantinya Sultan Agung ingin dimakamkan di Mekah rakyat Mataram akan kesulitan jika ingin mengunjungi makamnya.
Sebagai gantinya, sang ulama pun menyarankan Sultan Agung untuk membawa segenggam tanah yang harum itu untuk dibawa ke Mataram.
Melalui pemilihan lokasi yang tidak sederhana, akhirnya Sultan Agung menggunakan cara melempar pasir yang ia bawa dari Arab untuk memilih tempat pemakaman.
Pasir itu pun dilempar dari istananya di daerah Pleret dan kemudian jatuh di sebuah bukit yang berada di Imogiri.
Atas dasar itulah Sultan Agung memutuskan untuk membangun makam raja di tempat jatuhnya pasir itu.
Batu Bata dari Abad ke-17
Bata merah yang mendominasi area makam bagian atas merupakan ciri utama arsitektur Islam Jawa atau arsitektur Islam Hindu pada abad ke-17.