TRIBUNJOGJA.COM, JENEWA - Pandemi covid-19 resmi dinyatakan berakhir oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pandemi yang mulai melanda sejak akhir 2019 di Kota Wuhan China itu tidak lagi menjadi darurat kesehatan global.
WHO menyebut Covid-19 kini tak lagi berstatus darurat meski tetap menjadi ancaman kesehatan global.
Keputusan itu diambil oleh WHO setelah para ahli menggelar pertemuan pada Kamis (4/5/2023) lalu.
Para ahli sepakat untuk menurunkan status darurat Covid-19.
Menindaklanjuti hal itu, WHO pada Jumat (5/5/2023) kemarin secara resmi menurunkan status Pandemi Covid-19.
Berdasarkan catatan WHO, sejak muncul pertama kali di Wuhan, Covid-19 telah menjangkiti jutaan orang di seluruh dunia
Korban jiwa akibat Covid-19 mencapai 7 juta orang secara global.
Baca juga: Dalam Seminggu Ada 8 Pasien Covid-19 di Bantul yang Meninggal
Dikutip dari Tribunnews.com yang melansir pemberitaan Russia Today, Sabtu (6/5/2023), pengumuman penurunan status Pandemi Covid-19 ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Tedros menyebut meski statusnya diturunkan, Covid-19 tetap menjadi 'ancaman kesehatan global'.
Sebelumnya, WHO kali pertama menggambarkan Covid-19 sebagai pandemi pada Maret 2020, saat virus tersebut menyebar ke setiap benua kecuali Antartika.
Saat penyakit itu telah merenggut beberapa ratus nyawa pada saat itu, deklarasi pandemi mengakibatkan diberlakukannya sistem penguncian (lockdown) yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pembatasan pergerakan serta perdagangan, menyebabkan kontraksi ekonomi yang masih terasa.
Sejak saat itu, sekitar 764 juta kasus telah tercatat secara global, sementara 5 miliar orang dilaporkan menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Di sisi lain, saat sebagian besar negara telah mencabut langkah-langkah pengendalian pandemi mereka, Amerika Serikat (AS) masih menerapkan keadaan darurat kesehatan masyarakat, yang akan berakhir minggu depan.
Menurut data statistik WHO, lebih dari 1,1 juta orang meninggal karena Covid-19 di AS, angka ini lebih banyak daripada negara manapun di dunia.
Awal pekan ini, organisasi tersebut mengumumkan bahwa kepala misi internasional yang dikirim ke China untuk menyelidiki asal-usul pandemi telah diberhentikan karena pelanggaran seksual.
Peter Ben Embarek mengklaim tekanan politik diberikan pada timnya, termasuk dari luar China.
Frustrasi oleh kurangnya respons global yang terkoordinasi terhadap deklarasi daruratnya, WHO telah menempatkan 194 negara anggotanya untuk bekerja menyusun perjanjian global demi mengatasi pandemi di masa depan.
Saat perjanjian tersebut seolah-olah ditujukan untuk melindungi penduduk dari ancaman kesehatan global, para kritikus telah memperingatkan bahwa hal itu dapat mendahului kedaulatan nasional tiap negara dan hak-hak individu. (*)