TRIBUNJOGJA.COM, ALABAMA – Komando Strategis (StratCom) AS merumuskan strategis baru guna menghadapi gerakan militer Rusia dan China.
Langkah-langkah evaluasi dilakukan, termasuk prakiraan terjadinya penggunaan senjata nuklir menyusul peperangan diUkraina musim dingin mendatang.
Ketegangan yang meningkat tajam di sekitar Taiwan juga menjadi alasan penilaian ulang strategi militer AS menghadapi China.
Baca juga: China Berpotensi Picu Perang Nuklir dengan India, Beijing Kirim Tentara ke Perbatasan
Baca juga: Berapa Banyak Senjata Nuklir yang Dimiliki Rusia? Ini Rinciannya Menurut Para Ahli
Baca juga: Kim Jong Un Berdalih Senjata Nuklir Justru Mencegah Perang
Situs berita Defense One mengabarkan, jajaran elite komando persenjataan nuklir AS mengungkapkan mereka menyusun ulang strategi dalam rasa marah.
Strategi itu mencakup teori pencegahan nuklir baru yang mencakup konfrontasi simultan dengan Rusia dan China.
Berbicara pada Simposium Pertahanan Luar Angkasa dan Rudal di Alabama, AS, Kepala Komando Strategis AS (Stratcom) Laksamana Chas Richard mengingatkan dibutuhkan lebih banyak orang Amerika untuk bekerja mencegah konflik nuklir.
Menurut Richard, para pejabat di STRATCOM telah menanggapi bagaimana ancaman dari Moskow dan Beijing berubah sejak tahun ini.
"Kita harus memperhitungkan (ancaman) tiga pihak," kata Richard pada konferensi tahunan itu.
"Itu belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah bangsa ini. Kami tidak pernah menghadapi dua lawan berkemampuan nuklir pada saat yang sama, yang harus dicegah secara berbeda," katanya.
Richard juga menunjukkan pengetahuan institusional tentang pencegahan perang nuklir telah berkurang, sehingga memerlukan teori pencegahan baru.
"Bahkan keahlian pencegahan operasional kami tidak seperti pada akhir Perang Dingin. Jadi kita harus menghidupkan kembali upaya intelektual ini,” lanjut Richard.
“Kita bisa mulai dengan menulis ulang teori pencegahan, saya akan memberi tahu Anda kami melakukan itu dengan mati-matian di Stratcom," beber Richard.
Menurut laporan itu, musim semi ini, AS mengirim tim pos komando nuklir pada misi udara Panjang di pesawat E-6 Mercury "Looking Glass", modifikasi pesawat Boeing 707.
Para pemimpin militer juga melakukan upaya untuk menyelaraskan komando kombatan lainnya tentang bagaimana menjinakkan dan mengendalikan upaya Rusia, khususnya di Ukraina.
Teori pencegahan nuklir tradisional mengenal prinsip kehancuran yang saling terjamin, yang menyatakan setiap penggunaan senjata nuklir akan mengakibatkan pembalasan dan pemusnahan total semua pihak.
Teori ini dilaporkan diubah oleh Stratcom. Teori aslinya telah berhasil menghalangi konflik nuklir selama hampir 75 tahun.
Alasan komando tinggi militer AS untuk melakukan perubahan pada doktrin sebelumnya dikatakan merespon pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pada Februari, Putin memperingatkan barat agar tidak campur tangan dalam operasi militer khusus Rusia di Ukraina.
Putin mengancam setiap tindakan militer langsung oleh AS dan Eropa akan memiliki konsekuensi bencana.
Meskipun pejabat militer AS tidak mengantisipasi senjata nuklir lengkap akan digunakan, mereka dilaporkan khawatir Rusia dapat meluncurkan perang nuklir terbatas.
Perang ini akan melibatkan penggunaan hulu ledak yang lebih kecil pada target tertentu. Moskow menggunakan pemaksaan nuklir implisit dan eksplisit.
"Kami memiliki beberapa hal dua pihak yang lebih baik yang sebenarnya bekerja cukup baik dalam krisis saat ini yang sangat berbeda," jelasnya.
"Non-linearitas, keterkaitan, perilaku kacau, ketidakmampuan untuk memprediksi, semua atribut yang tidak muncul dalam teori pencegahan klasik," kata Chas Richard.
Soal lain, AS mengkhawatirkan perkembangan teknologi rudal hipersonik China yang dapat membawa hulu ledak nuklir.
Berikutnya sikap China terhadap Taiwan, posisi China terhadap krisis Ukraina. Hal paling serius jika China dan Rusia bergabung dan memaksa AS untuk menghadapi berbagai ancaman nuklir.
“Rusia dan RRC memiliki kemampuan untuk secara sepihak, kapan pun mereka memutuskan, mereka dapat meningkatkan ke tingkat kekerasan apa pun di domain mana pun,” urai Richard.
“Mereka dapat melakukannya di seluruh dunia dan mereka dapat melakukannya dengan instrumen kekuatan nasional apa pun. Kami hanya tidak terbiasa menghadapi kompetisi dan konfrontasi seperti itu,” tegasnya.
Namun, terlepas dari semua kekhawatiran tentang hipotetis penggunaan pertama senjata nuklir Rusia atau China, AS tetap menjadi satu-satunya negara yang benar-benar menggunakannya untuk melawan manusia.
Pesawat B-29 AS menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada Agustus 1945.
Ledakan atom dan efek sampingnya menyebabkan sekitar 140.000 kematian di Hiroshima dan 74.000 kematian di Nagasaki. Penduduk sipil merupakan bagian terbesar dari ledakan atom.(Tribunjogja.com/Sputniknews/RussiaToday/xna)