TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ribuan rumah indekos di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) banyak yang dijual.
Tercatat disitus jual beli property ada sekitar 1.310 rumah kos yang diiklankan di website Lamudi.co.id per Selasa (21/9/2021).
Ada beberapa alasan yang mendasari para para pemilik rumah indekos itu menjual asetnya, satu di antaranya karena murni bisnis, sementara alasan lainnya untuk menyambung hidup di tengah pandemi Covid-19.
Dosen Senior Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Rika Fatimah P.L., S.T., M.Sc., Ph.D, mengatakan secara umum kondisi ekonomi di Indonesia yang naik 7,07 persen pada triwulan II tahun ini menurutnya masih ada gap yang perlu didiskusikan.
Baca juga: Obral Ribuan Rumah Kos di Yogyakarta Sampai Banting Harga, Berpotensi Turunkan PAD
Pasalnya, jika dilihat secara mikro daya beli masyarakat saat ini masih belum stabil karena pembatasan aktivitas baru saja dilonggarkan.
Akibatnya demand atau permintaan barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga tertentu belum menunjukan sisi positif, termasuk sektor pelayanan jasa yakni persewaan indekos.
Tak heran, atas kondisi itulah banyak dijumpai sejumlah pemilik indekos di Yogyakarta kemudian menjual asetnya.
"Kalau kita lihat secara mikronya bagaimana daya beli masih belum stabil. Kemudian ini juga baru saja selesai dan baru dibuka pembatasan direlaksasi," katanya, saat dihubungi, Selasa (21/9/2021).
Pada bisnis property indekos, menurut Rika memang di satu sisi mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak dari sektor jasa tersebut.
Namun persoalannya, sejumlah universitas di Yogyakarta masih memberlakukan perkuliahan dalam jaringan (daring).
Hal itu membuat bisnis jasa persewaan rumah indekos lumpuh, meski di sisi lain kondisi saat ini menjadi peluang investasi karena banyak rumah kos yang dijual dengan harga miring.
Baca juga: Bisnis Indekos di Daerah Istimewa Yogyakarta Terdampak Pandemi, Inilah yang Terjadi
Menurut Rika sangat realistis apabila pemilik rumah kos di Yogyakarta menjual asetnya tersebut, lantaran demand dari sektor jasa masih rendah.
"Presentasi mahasiswa yang memakai property (indekos) kurang. Itu memang temporary. Tapi kita lihat demand-nya. Itu berkaitan pembatasan lagi. Karena status mahasiswa kan sekarang full lockdown. Pertimbangannya kalau buka tidak siap," jelasnya.
"Ketika univeritas masih lockdown dengan banyak pertimbangan, ya memang dampaknya pemilik kos switch usahanya dengan menjual itu tadi," imbuh Rika.
Dia mengatakan, sebenarnya ada hal lain yang bisa dilakukan pemilik kos dimana ia bisa tetap bertahan hidup tanpa harus menjual asetnya itu.
"Solusinya ya spirit inovatif. Harus ada jiwa enterpraneurnya. Sekarang kan banyak juga rumah kos jadi tempat isolasi, atau dimanfaatkan untuk usaha lainnya. Jadinya pendapatan tetap berputar," pungkasnya.( Tribunjogja.com )