KISAH HARI-HARI AKHIR ADOLF HITLER: Sang Fuhrer Menjerit di Bunker Saking Marahnya

Penulis: Setya Krisna Sumargo
Editor: Iwan Al Khasni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Adolf Hitler

Termasuk mengancam Jenderal Koehler, Wakil Menteri AU yg bertahan di bunker.

Sepanjang hari selama 21 April, Hitler gelisah menunggu realisasi perintahnya.

Sang Fuhrer semakin tampak hidup dalam realitasnya sendiri.

Perintahnya itu tidak pernah diwujudkan oleh Steiner. Tidak ada pasukan yg bergerak, tidak ada serangan umum balasan.

Bahkan, tidak ada yg pernah mencoba melakukan serangan itu. Gagasan indah itu hanya ada di angan-angan pemimpin Kerajaan Ketiga, di tengah kehancuran impiannya.

Maka, ketika Adolf Hitler dipaksa melihat kenyataan, tak ada satupun yang bergerak, dia seperti disambar petir.

Linglung, menggeram, gelisah, marah-marah, Hitler benar-benar menampakkan sosok tak berdaya. Ia seperti banteng terluka mencari musuh, tapi tiada lawan.

Ia menuduh semua orang telah meninggalkannya. Semua di mata Sang Fuhrer berkhianat, pendusta, korupsi, dan pengecut.

Menolak pergi ke Obersaltzberg, Hitler bertekad memimpin perlawanan dan pertahanan kota Berlin. Ia akan menyambut ajalnya tetap di tempat itu.

Doenitz, Himler, Ribbentrop menelepon Hitler, agar bersedia dipindahkan ke Jerman Selatan. Tapi Sang Fuhrer sudah tak mempercayai mereka lagi.

Hitler memanggil sekretarisnya, mendiktekan pengumuman yang akan disiarkan di radio Nazi.

Fuehrer, demikian pengumuman itu, akan tetap tinggal di Berlin dan akan mempertahankan kota itu sampai titik darah penghabisan.

Sesudah itu, Hitler memanggil kepala propagandanya, Joseph Goebbels berikut istri dan 6 anaknya yang masih kecil-kecil, agar tinggal di bunker.

Rumah Goebbels sudah hancur dibom pasukan Sekutu.

Halaman
1234

Berita Terkini