TRIBUNJOGJA.COM - Mengantisipasi sering ditutupnya Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berupaya memaksimalkan peran bank sampah.
Hal itu diyakini jadi pilihan realistis, karena keberadaan TPST tidak bisa diandalkan terus-menerus.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko menegaskan, saat TPST yang berlokasi di Kabupaten Bantul itu ditutup, maka yang terjadi adalah penumpukan sampah di kota pelajar.
Kejadian akhir tahun lalu pun wajib dijadikan pelajaran.
"Untuk 2021 kita akan lebih mengantisipasi tutupnya TPST karena normalisasi. Terkait upaya pengurangan, kita sedang memaksimalkan bank sampah, serta bekerjasama dengan jaring pengelolaan mandiri," ucapnya, Kamis (18/2/2021).
Baca juga: TPST Piyungan Sempat Tutup Satu Hari, Sampah Kembali Menggunung di Kota Yogya
Volume sampah di Kota Yogyakarta yang dibuang ke TPST Piyungan ada sekitar 260 ton yang terdiri dari organik sekitar 60 persen dan 40 persennya adalah nonorganik.
Sementara keberadaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sementara yang ada kota kini sekira 112, plus tujuh depo sampah.
Untuk bank sampah, jelas Haryoko, saat ini sudah ada 481 unit dan tersebar di seantero kota pelajar.
Namun, walaupun belum merata di setiap RW, pihaknya tidak akan menambah jumlah bank sampah dalam waktu dekat.
Sebab, fokusnya sekarang adalah memperbanyak nasabahnya dahulu
"481 unit ini akan kami maksimalkan dulu, karena percuma kalau menambah bank sampah ya, tapi nasabahnya tidak bertambah. Semuanya harus aktif, tidak boleh ada yang diam, mati suri. Jadi, intinya, kami saat ini berupaya menambah terus jumlah nasabah bank sampahnya," terangnya.
Bukan tanpa alasan, selaras data yang dimiliki DLH, kondisi bank sampah di Kota Yogyakarta memang belum sepenuhnya aktif menjalankan fungsinya sebagai ujung tombak sistem 3R (Reuse, Reduce, Recycle).
Baca juga: Penerapan PSTKM Tidak Berdampak Pada Jumlah Produksi Sampah di DI Yogyakarta
Sehingga, pemaksimalan peran bank sampah ini harus senantiasa didorong.
"Yang aktif sekitar 80 persen. Sisanya belum terlalu aktif ya, tetap ada kegiatan, tapi paling cuma sebulan sekali. Padahal, kalau yang aktif itu, kami berharap seminggu sekali ada penimbangan di bank sampah," ungkap Haryoko.
Terlebih, sejauh ini, bank sampah baru bisa mengurangi 2 persen saja dari total sampah di Kota Yogyakarta.
Angka itu, jauh lebih kecil dari peran pemulung yang mencapai 15-17 persen.
Namun, karena persebarannya yang tak merata, pemulung pun tidak dapat sepenuhnya diandalkan.
"Ya, pemulung itu kan bukan masyarakat kita, mereka hanya mencari rezeki dari situ dan mereka tidak tersebar merata di seluruh kota. Jadi, hanya di TPS besar," katanya. ( Tribunjogja.com )