Siaga Merapi

Antisipasi Bahaya Erupsi Gunung Merapi, Warga Purwobinangun Mengungsi di SD Sanjaya Tritis

Penulis: Ahmad Syarifudin
Editor: Gaya Lufityanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Turgo Purwobinangun Pakem Sleman memilih tidur di tempat aman, SD Sanjaya Tritis, untuk mengantisipasi potensi ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi.

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) telah memperbarui potensi ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi yang bergeser ke Selatan - Barat Daya.

Hal itu, memaksa sejumlah warga Turgo, Purwobinangun, Pakem, Sleman memilih untuk tidur di tempat aman saat malam hari. 

Camat (Penewu) Pakem, Suyanto mengungkapkan, warga Turgo, Purwobinangun, mulai bergeser turun dan memilih tidur di tempat aman sejak hari Rabu (20/1/2021) lalu.

Lokasi yang dijadikan untuk bermalam, ada di barak pengungsian sementara, SD Sanjaya Tritis.

Baca juga: BPPTKG : Volume Kubah Lava Merapi Saat Ini Masih Kecil, Kewaspadaan Harus Terus Kita Lakukan

Mereka yang mengungsi saat malam hari, menurutnya, adalah kelompok rentan.

Seperti anak-anak, lansia dan perempuan. 

"Warga bergeser saat malam saja. Untuk pagi hari akan kembali ke rumah masing-masing," terang dia, Sabtu (23/1/2021).

Ia menjelaskan, jarak antara lokasi yang dijadikan untuk bermalam dengan rumah warga sekitar 750 meter - 1 kilometer.

Pada hari pertama Rabu malam, total ada 40 pengungsi.

Hari berikutnya, menjadi 63 orang. Kemudian, pada Jumat (22/1/2021) malam, jumlahnya berkurang menjadi 35 orang.

Rinciannya, laki-laki 7 dan 28 perempuan. 

Dilokasi pengungsian, warga difasilitasi oleh Kalurahan Purwobinangun dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman, termasuk urusan logistik. 

"Logistik dibantu BPBD sleman dan Kalurahan Purwobinangun," terang dia.

Baca juga: Gunung Merapi Mengalami 17 Kali Guguran Lava Pijar Sejak Dinihari Hingga Sabtu Pagi

Terpisah, Sekda Sleman Harda Kiswaya menyampaikan, perubahan potensi ancaman bahaya Merapi yang disampaikan oleh BPPTKG memang bergeser ke Selatan - Barat Daya dengan radius 5 Kilometer.

Sedangkan, pemukiman terdekat warga Sleman di sebelah barat daya, jaraknya 6 kilometer.

Sehingga, kata dia, Pemkab Sleman sebenarnya tidak mengarahkan warga di sana untuk mengungsi. 

"Saudara-saudara kita, warga Purwobinangun yang mengungsi itu hanya karena khawatir saja. Tidak mengungsi pun (sebenarnya) tidak apa-apa," kata dia. 

Adapun mengenai para pengungsi di Glagaharjo, Harda mengatakan, potensi ancaman di sana, justru sudah berkurang dengan jarak hanya 3 kilometer saja.

Karenanya, menurut dia, warga yang awalnya mengungsi sudah berangsur-angsur kembali ke rumah masing-masing.

Bahkan, Pemerintah Kabupaten Sleman,--berdasar surat rekomendasi BPPTKG --kemungkinan tidak akan memperpanjang status tanggap darurat bencana erupsi Merapi yang akan berakhir pada 31 Januari mendatang. 

Baca juga: Belum Semua Pengungsi Gunung Merapi Dipulangkan, BPPTKG: BPBD Punya Standar Sendiri

Sehingga warga Glagaharjo, yang masih ada di pengungsian, nantinya akan diminta kembali pulang ke rumah masing-masing setelah Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTKM).

"Kalau masih ada mengungsi Pemkab tidak bisa memberikan apa-apa. Makanya, di Purwobinangun pun kami tidak bisa membiayai. Karena tidak membahayakan," jelas dia. 

Bagi warga Purwobinangun yang masih tidur di pengungsian, menurut dia, Pemerintah Kabupaten Sleman hanya bisa memfasilitasi dan memberikan suplemen saja.

Seperti misalnya gula untuk warga jaga malam maupun snack. Itu pun sifatnya sporadis. 

"Kalau sifatnya permanen, makan minum. (Sementara) status tanggap darurat dicabut, kami kalau menggunakan anggaran darurat, kami nanti yang salah," terangnya. ( Tribunjogja.com )

Berita Terkini