Cerita Pemilik Warung Geprek di Sleman Saat Harga Cabai Melonjak di Tengah Pandemi

Penulis: Ardhike Indah
Editor: Kurniatul Hidayah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemilik warung geprekan menjerit karena harga cabai mahal. Padahal, cabai adalah bahan dasar geprekan

Pernah suatu hari, dirinya merasa sangat berat hati membeli cabai ketika harganya mencapai Rp 100.000 per kilogram.

“Sekarang itu sebenarnya saya batasin, 8 biji cabai saja, tapi ada yang minta 20 biji begitu, ya saya ladenin. Saya enggak minta harga tambahan,” jelasnya.

Tak hanya cabai, beberapa bahan yang juga naik adalah terong.

Baca juga: Terkait Perpanjangan PSTKM, Pemkot Yogyakarta Akan Mengikuti Keputusan Pemda DIY dan Pusat

Baca juga: DPRD DIY Dorong Pemberian Relaksasi untuk Pelaku Usaha, Pariwisata, Hotel, dan Restoran

Terong adalah salah satu lauk yang cukup laris di warungnya.

Pembeli biasanya meminta terong krispi sekalian digeprek bersama lauk lain, seperti tahu, tempe, dan ayam.

“1 kilogram terong itu Rp 10.000, isinya ya paling cuma 4-5, padahal biasanya Rp 4.000 saja. Pusing saya,” ucap Rahayu.

Harapannya tidak jauh berbeda dari orang lain. Pandemi yang segera selesai bisa membuat mahasiswa kembali ke Yogyakarta dan warungnya ramai seperti biasa.

“Pandeminya cepat selesai, mahasiswa bisa kuliah tatap muka lagi. Jadi kami yang di daerah indekos ini juga bisa dapat pemasukan lagi,” tandasnya. (ard)

Berita Terkini