BPCB DIY Siapkan Protokol Khusus Kunjungan ke Objek Wisata Cagar Budaya

Penulis: Setya Krisna Sumargo
Editor: Mona Kriesdinar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana Candi Ijo saat matahari terbenam.

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY sudah menyiapkan protokol kunjungan ke objek wisata cagar budaya.

Protokol itu secara faktual bakal mengubah prosedur teknis wisata ke destinasi sejarah utama, seperti Candi Prambanan, Ratu Boko, Sambisari dan lain sebagainya.

"Tapi semua tergantung Gugus Tugas Covid-19 dan Pemda, kapan izin wisata ke objek cagar budaya diizinkan kembali," kata Zaimul Azzah, Kepala BPCB DIY di redaksi Sonora FM/Smart FM, Jalan Suroto, Kotabaru, Rabu (10/6/2020).

Sampai 4 Juni, Kunjungan ke Candi Borobudur Dibatasi Hingga Zona 1

Protokol baru itu meliputi pengaturan ke pengunjung maupun prosedur yang diterapkan petugas BPCB DIY di objek wisata yang dikunjungi.

"Secara prinsip BPCB mengikuti keputusan pemerintah pusat maupun kebijakan daerah, yang mengetahui persis kondisinya," lanjut Azzah.

DIY, karena masih dalam status tanggap darurat, Zaimul Azzah belum mengetahui kapan persisnya pelonggaran kunjungan untuk umum akan diberlakukan.

Sarana prasarana penunjang penetapan protokol baru ini menurut mantan Kepala Museum Beteng Vredeburg ini juga sudah disiapkan.

Kehilangan Pendapatan Diperkirakan Rp 150 Miliar Saat Penutupan Kawasan Wisata Candi

Kepala Subbag TU BPCB DIY, Indung Pancaputra menambahkan, gambaran awal protokol teknis ke objek wisata sejarah meliputi pengaturan jumlah pengunjung dan durasi kunjungan.

"Pengaturan ini disesuaikan tingkat kunjungan dan keluasan objek. Semisal di Candi Prambanan, akan diatur jumlah maksimal hanya 200 orang di halaman satu candi," kata Indung.

"Durasi kunjungan mungkin juga dibatasi maksimal 60 menit per gelombang. Pengaturan seperti ini berbeda satu objek dengan yang lainnya," imbuh Indung.

Objek lain, misalnya Candi Sambisari yang keluasannya lebih kecil, secara jumlah, intensitas, dan durasi kunjungan akan disesuaikan kondisi di lapangan.

"Pengaturan teknis ketiga menyangkut perilaku pengunjung. Ini yang rasanya tidak mudah, mengingat luasan objek dan keterbatasan petugas yang mengawasi," katanya.

"Makanya kita selalu mengimbau agar masyarakat betul-betul menjaga dan melindungi saat kunjungan ke objek wisata cahar budaya," ujar Indung.

Zaimul Azzah dan Indung Pancaputra hadir di ruang siar Sonora FM/Smart FM untuk bincang-bincang terkait peringatan 107 Tahun Hari Kepurbakalaan Nasional yang jatuh 14 Juni 2020.

Diskusi selama satu jam dipandu penyiar Sonora FM, Harya Bima. Zaimul Azzah dan Indung Pancaputra menjelaskan hal ihwal peringatan Hari Kepurbakalaan Nasional.

Menurut mereka, 107 tahun bukan waktu pendek bagi kalangan purbakala, tapi juga bukan waktu yang cukup mengingat begitu banyaknya peninggalan sejarah yang perlu diteliti dan dilestarikan.

Ada banyak capaian di sisi pelestarian, yang hasilnya bisa dimanfaatkan lembaga dan masyarakat untuk wisata edukasi sejarah. Indung Pancaputra mencontohkan Candi Prambanan.

Saat pertama ditemukan, candi itu hanya berupa reruntuhan bangunan dan onggokan batu. Pemerintah Belanda lalu mencoba menelitinya secara sistematis.

Baik saat masa awal pemerintahan Hindia Belanda hingga kemudian terbentuk Djawatan Purbakala pada 1913. Lembaga ini diurus dan dipimpin warga Belanda.

Berdirinya Djawatan Purbakala inilah yang jadi tanggal Hari Purbakala Nasional. Usaha pemugaran Candi Prambanan dilakukan masa Hindia Belanda hingga masa peralihan setelah Indonesia merdeka.

"Pada 1953, Presiden Soekarno meresmikan Candi Siwa, baru itu satu-satunya yang berhasil dipugar," kata Zaimul Azzah.

"Foto tahun 1924 yang didokumentasikan Hindia Belanda, tinggi bangunan di Candi Siwa baru sepinggang. Sekitarnya masih bati bertumpuk-tumpuk," kata Indung menambahkan penjelasan.

Memugar candi, kata Indung, tidaklah mudah. Karena prinsip pemugaran haruslah sesuai aslinya. Artinya memerlukan penelitian mendalam secara arkeologis, sebelum benar-benar dipugar.

Sekarang, komplek Candi Prambanan sudah berdiri megah. Di halaman satu sudah lengkap. Candi perwaranya yang berjumlah 224 baru sebagian berhasil dipugar," lanjutnya.

Menurut Azzah, sekarang sudah cukup banyak candi-candi kuno yang berhasil dipugar, dimanfaatkan, meski penelitian terus dilanjutkan supaya diperoleh data lebih akurat.

Data itu sangat penting, mengingat kepentingan pelestarian dalam jangka panjang.

Misalnya, penelitian bawah tanah di Prambanan menghasilkan data akurat struktur kaki dan pondasi candi.

"Data itu sangat penting untuk kepentingan bagaimana kita menghitung kekuatan candi, yang semakin banyak dikunjungi orang. Artinya akan ada efek beban yang harus ditanggung," jelas Indung.

"Mungkin ada deformasi di tubuh candi, kaki dan sekitarnya. Sehingga data teknis itu sangat membantu kita harus melakukan apa," tambah Indung yang terlibat penelitian dan pemugaran Candi Kedulan sejak awal ditemukan.

"Jadi jika ada yang bertanya-tanya, koq pemugaran candi itu lambat, jawabannya bukan karena kita malas, tapi prosesnya memang tidak mudah," lanjutnya.

Terkait pesan peringatan 107 Tahun Hari Kerpubakalaan Nasional, Zaimul Azzah mengajak masyarakat untuk membantu pelestarian dan melindungi objek cagar budaya.

"Dalam status new normal, kita tetap harus produktif. Patuh protokol kesehatan, karena new normal belum berarti pandemi virus corona ini berakhir," pintanya.

Termasuk jika nanti sudah diizinkan kunjungan ke objek wisata sejarah dan budaya, masyarakat a minta mematuhi aturan baru demi keselamatan semua pihak.(Tribunjogja.com/xna)

Berita Terkini