Busana dan pertunjukan menjadi obyek jelajah berikutnya.
Tampilan busana Bedhaya banyak ditampilkan dalam ruangan ini.
Tampak beragam busana pertunjukan, seperti busana Wayang Wong Dewi Srikandhi, busana Bedhaya Rompen, busana Bedhaya Putri Cina, busana Kampuh, hingga busana Dewi Rengganis.
Tampilan tersebut menempatkan perempuan sebagai tokoh sentral dalam perjalanan perubahan busana seni pertunjukan di Keraton Yogyakarta.
Melangkah ke ruang selanjutnya yang menjadi pamungkas dalam perjalanan pameran ini, busana dan kekuasaan.
Tampak dipamerkan kain Kampuh pada dokumentasi resmi penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Juga ditampilkan busana Jendralan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan busana Kebesaran Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Dalam narasi resmi Abalakuswa menyebutkan, catatan terakhir tentang busana Jendralan terhenti pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Hal tersebut karena pemerintahan kolonial Belanda telah berakhir.
• Sekda DIY Minta Warga Sadar Patuhi Aturan Museum dan Keraton
Sekaligus lahirnya Indonesia sebagai negara baru yang menaungi Yogyakarta.
Narasi demi narasi, koleksi demi koleksi diamati dengan seksama oleh Eyyo (28).
Perempuan yang mengagumi budaya di Yogyakarta ini mengaku terkesan dengan koleksi yang ditampilkan di pameran Abalakuswa ini.
"Saya amazed. Pameran ini untuk menunjukkan budaya yang sudah ada ratusan tahun lalu. Sebagai anak sekarang, kita bisa lihat peradaban melalui busana. Nggak sekadar baju, ada filosofi dan tingkatan di situ. Jadi menarik banget," ungkap Eyyo.
Eyyo pun mengaku dapat meresapi busana-busana dan pertuntukannya.
Tak hanya sebagai identitas, tapi juga untuk memahami makna di balik corak-coraknya.