TRIBUNjogja.com Yogyakarta - Pemerintah DIY perlu membuat terobosan agar penentuan upah minimum provinsi (UMP) bisa mengentaskan kemiskinan.
Hitungan kasar versi tim penanggulan kemiskinan DIY besar UMP setidaknya Rp1.7 Juta.
Angka tersebut berbeda dengan survei versi Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), dimana UMP DIY paling ideal berkisar Rp 2,5Juta hingga Rp3 Juta.
Menurut ABY, rendahnya UMP menjadi penyebab kemiskinan di DIY.
Perlu diketahui dari data Badan Pusat Statistik (BPS) UMP di DIY sekitar Rp 1.454.153 pada tahun 2018.
Angka tersebut menempatkan DIY sebagai provinsi dengan nilai UMP masuk peringkat terendah seluruh provinsi di Indonesia.
Tim ahli penanggulangan kemiskinan DIY, Pande Made Kutanegara, mengatakan, garis kemiskinan untuk DIY mencapai Rp 406 ribu per kapita per orang.
Jika dalam satu keluarga ada sekitar empat orang, maka pengeluaran per kapitanya mencapai sekitar Rp 1,6 juta. Sehingga, UMP di DIY tidak cukup untuk membayar
pengeluaran per bulan.
Tim ahli penanggulangan kemiskinan DIY mendorong penentuan UMP bisa menyejahterakan warganya."Selain menaikkan UMP, kelompok menengah harus diberi peluang
kerja,"katanya.
Meski demikian, kata Made, hal ini harus pembahasan lebih jauh untuk menentukan UMP DIY, "Penentuan kenaikan UMP bisa menjadi jalan untuk menanggulangi persoalan
kemiskinan di DIY,"ujarnya.
Baca: Besaran UMP dan UMK DIY 2018, Mulai Berlaku 1 Januari
UMP 2019
Sementara itu, Kementrian Ketenagakerjaan telah menetapkan UMP 2019 naik 8,03 persen. Hal ini dikatakan Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, di Istana Kepresidenan,
Jakarta, Selasa (16/9/2018).
"Kenaikan upah minimum provinsi pada tahun 2019 nanti sebesar 8,03 persen," kata Hanif.
Hanif mengatakan, angka kenaikan sebesar 8,03 persen itu bukan keputusan Kemenaker.
Angka tersebut diambil dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan inflasi tahun ini sebesar 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,15 persen.
Sesuai Pasal 44 Ayat 1 dan 2 PP Nomor 78 Tahun 2015, peningkatan nilai UMP tersebut berdasarkan formula penambahan dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.
"Sehingga kalau dikombinasikan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu sebesar 8,03 persen," kata Hanif.
Hanif mengatakan, besaran kenaikan ini sudah ia sampaikan kepada seluruh gubernur. Ia berharap seluruh gubernur segera memproses kenaikan UMP ini.
Baca: Ini Daftar UMK 2018 se DIY
Besaran Ideal
Sekretaris Jendral (Sekjend) Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), Kirnadi menjelaskan, UMP di DIY menjadi salah satu penyumbang kemiskinan, hal ini karena rendahnya UMP UMR
se Indonesia. "Ini menyebabkan timbulnya kemiskinan struktural."katanya.
Dari survei kebutuhan hidup layak dengan 60 item pertanyaan yang diajukan ABY, rata-rata berada di atas Rp 2 juta.
Di Kota Yogyakarta, KHL mencapai hampir Rp 2,7 juta, untuk Bantul Rp 2,6 juta. “Range UMP yang paling ideal bagi pekerja di DIY ya berada di Rp 2,5 juta sampai 3
juta,” jelasnya.
Pemerintah harus memiliki good will untuk menyelesaikan persoalan upah ini. Pemerintah diminta untuk melakukan intervensi agar kebijakan upah murah dan terendah di
Indonesia ini tidak semakin membuat warganya terpuruk dalam kemiskinan.
Untuk itu, perlu ada peningkatan UMP, salah satu caranya adalah Gubernur harus menerapkan upah minimum sektoral.
Selain tiu, harus ada review atau survei ulang untuk menilai hidup layak. ABY menyoroti beberapa survei yang dilaksanakan oleh dewan pengupahan yang sangat tidak masuk
akal dan memperlihatkan rendahnya kebutuhan hidup layak di Yogyakarta.
Dia mencontohkan, potret upah pekerja di Sleman yang merupakan perbatasan Klaten dan Magelang ini cukup memprihatinkan. Dari sisi ukuran indeks pembangunan manusianya,
produktivitas, nilai investasi tinggi di Sleman. Hanya, faktanya upah pekerja jauh lebih rendah.
“Selama ini tidak ada good will dari pemda DIY khususnya Gubernur untuk upah layak dan masih terkungkung normatif hukum. Ada diskresi terkait upah ini,” jelasnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Gatot Saptadi, mengatakan, menaikkan atau menurunkan UMP harus selalu berpegang pada regulasi. Selain itu, harus melihat tiga hal
penting sebelum menaikkan atau menurunkan UMP suatu daerah.
“Ada tiga hal yang harus dilihat dalam menaikkan atau menurunkan UMP, yakni melihat pertumbuhan ekonomi, kebutuhan hidup layak dan inflasi. Undang-undangnya bilang
seperti itu,” kata Gatot
Menurutnya, UMP memang menjadi salah satu komponen dalam kemiskinan itu. Salah satu upaya untuk menanggulangi kemiskinan, secara logikanya memang harus menaikkan UMP.
Namun, berbicara UMP ini memang harus melihat regulasinya.
Pemerintah Provinsi DIY, kata Gatot sebenarnya menginginkan adanya kenaikan UMP. Namun, hal ini perlu ada kajian dan juga pertemuan tripartit antara pengusaha,
pemerintah dan pekerja. Hal ini karena ada beragam kepentingan dalam kenaikan UMP ini.
“Saya inginnya naik, tetapi bukan Pemda yang bayari dan itu pengusaha, jadi harus ada pembicaraan tripartit,” ulasnya.
Di satu sisi, buruh punya kepentingan untuk kenaikan upah. Sementara, pengusaha berpikiran kenaikan upah akan mengganggu produksi. “Maka, kenaikan UMP ini harus tetap
berpegangan dengan regulasi,” urainya. (TRIBUNjogja.com | Agung Ismianto)