TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Candi Kedulan yang berada di Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman ini mungkin tak sepopuler Candi Prambanan maupun candi lainnya yang sudah menjadi langganan tujuan wisata. Namun dibalik konstruksi candi yang masih berupa reruntuhan ini, tersimpan rahasia kehidupan masa lalu yang sangat berharga. Terutama berkaitan dengan sejarah kebencanaan di DIY.
Paling tidak, ada dua bencana dahsyat yang terekam di candi ini. Yakni gempa dan erupsi merapi.
Prof Subagyo Pramumijoyo dan tim UGM menyimpulkan bahwa gempa dahsyat pernah mengguncang ratusan tahun lalu.
Ini terlihat dari bagian kaki candi yang bergelombang ekstrem. Sedangkan bagian kemuncak candi runtuh berserakan.
"Gempa yang membuat candi itu kemudian tak dipakai, sebelum tertimbun lahar Merapi. Proses tertimbunnya berkali-kali dari berbagai arah," kata Subagyo.
Guru besar Fakultas Teknik UGM ini menyebut gempa bumi tektonik ini sangat signifikan.
Banjir lahar Merapi adalah faktor berikutnya yang menenggelamkan candi.
Banjir Lahar
Jejak lahar ini, ditunjukan dengan adanya perlapisan meterial yang unik.
"Ada setidaknya tiga belas (13) perlapisan material dari permukaan hingga kaki candi," lanjutnya.
Selama katakanlah 250 tahun sejak candi itu dibangun pada 869 Masehi hingga ditemukan 1993, ketebalan lapisan material di lokasi mencapai lebih kurang 8 meter.
"Bayangkan saja setebal itu perlapisannya dari Merapi. Kita bisa menilai dan sekaligus belajar dari sejarah kebencanaan masa silam," ujar pakar yang kerap dilibatkan dalam penelitian situs arkeologi ini.
Tak mudah menemukan secara akurat di jalur mana banjir lahar itu menerjang komplek bangunan suci umat Hindu itu ratusan tahun lalu.
Lansekap lingkungan sekarang tentu sangat jauh berbeda dengan masa abad 8 dan beberapa abad berikutnya. Mungkin dari Kali Kuning yang berhulu di gunung Merapi.
Bisa juga aliran sungai lain dengan jalur utama dari Kali Kuning, yang terletak agak jauh di sebelah barat wilayah Desa Tirtomartani ini.
Menurut Indung Pancaputra dari BPCB DIY, diperkirakan aliran Kali Tepus atau Kali Wareng di sebelah barat Kedulan punya kontribusi besar sebagai pembawa material.
Resume laporan tim geologi UGM yang dipimpin Prof Subagyo Pramumijoyo memastikan material lahar yang mengubur Kedulan didominasi terjangan dari arah barat daya dan utara.
Dilihat dari sisi utara, bangunan in situ terlihat melengkung ke kanan dan kiri. Bangunan tengah posisinya lebih tinggi.
Sisi selatan bangunan bergelombang, sisi timur tinggi, bagian tengah rendah dan sebelah barat lebih rendah.
Sementara batu luar di sisi barat bangunan sudah tidak ada. Diduga terbawa aliran banjir lahar.
Fakta-fakta ini disimpulkan bangunan candi mengalami deformasi akibat hantaman banjir lahar sangat kuat.
Arah banjir lahar disimpulkan dari barat daya, menghantam candi induk sisi barat, kemudian terbelah, bertemu di selatan komplek candi.
Peneliti UGM meneliti reruntuhan pagar halaman utama dan bagian kemuncak candi yang berserakan tertutupi endapan tanah cokelat mengandung akar pohon dan ranting.
Berdasar analisa geologi, diperkirakan runtuhan candi induk sudah ada di tempat tersebut ditumbuhi semao belukar, sebelum banjir lahar menerjang.
Penyelidikan dari kandungan material banjir lahar, terlihat sangat kental. Ini memungkinkan aliran lahar membawa matrrial besar yang merusak.
Indikasinya, ada kerusakan parah candi induk sisi barat dan temuan ketebalan lapisan tanah abu-abu setebal kurang lebih satu (1) meter.
Penggerusan dinding akibat hantaman boulder (batu bulat besar) juga mengindikasikan dahsyatnya terjangan aliran lahar hujan dari hulu.
Prof Subagyo Pramumijoyo menilai temuan-temuan dari aspek geologi ini sangat menarik. Sepatutnya pemugaran nantinya tak menghilangkan fakta temuan ini.
Gempa Dahsyat
Sementara itu mengenai teori gempa dahsyat sebagai penyebab ditinggalkannya Candi Kedulan sejalan dengan temuan penelitian Dr Ir Sri Mulyaningsih dari IST Akprind.
Ahli geologi yang mendapatkan gelar doktornya dari hasil meneliti candi-candi yang terkubur material vulkanik Merapi, juga menunjuk temuan kaki candi yang bergelombang.
Tak hanya itu, Sri Mulyaningsih menemukan arca dan bebatuan candi terlempar lima meter dari posisinya. Namun, ia menemukan indikasi material lahar pernah menerjang candi sebelum terkena gempa.
Selain itu, Sri Mulyaningsih meyakini situs itu telah digunakan sejak periode abad 3-6. Bangunan candi kuno itu berdiri di selatan posisi candi induk yang sekarang dipugar.
Hasil pentarikhan menggunakan uji karbon, material ini terkubur endapan pyroclastic surge dalam tiga lapisan.
Masing-masing dibatasi lapisan tipis paleosol atau semacam tanah dari masa purba. Masing-masing endapan berusia 1445 tahun, 1175 tahun, dan 1060 tahun yang lalu.
Candi kemudian direnovasi abad 8/9, namun tertimbun lagi sebelum digali 940 tahun lalu. Jejaknya ada di kaki candi sisi tenggara.
Sesudah terkena gempa dahsyat, candi ditelantarkan hingga terkena sapuan awan panas pada 1285 Masehi.
Permukaan Kedulan naik hingga halaman dalam yang selanjutnya tumbuh pohon aren dan jokong.
Tunggul pohon ini ditemukan di halaman dalam candi, sesuatu yang tidak lazim ada di bangunan peribadatan suci masyarakat Hindu.
Sejak itu secara berulang-ulang Candi Kedulan di sebelah timur laut Candi Sambisari itu tertimbun lahar dalam empat periode.
Yaitu 1587 M (360+/-50 yBP, 240+/-50 yBP, 200+/-50 yBP, dan waktu yang belum diketahui pada lapisan fluvium teratas).
Dipugar
Candi Kedulan di Desa Tirtomartani, Kalasan, Sleman, kini sedang dipugar.
Akhir tahun 2018, ditargetkan candi induk sudah berdiri. Tahap berikut pemugaran tiga candi perwaranya disusul penataan lansekap.
Pemugaran dilakukan tim Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) DIY sejak 8 Januari 2018, menggunakan dana APBN sebesar Rp 2,8 miliar.
Informasi ini disampaikan Kepala Seksi Pelestarian BPCB DIY, Wiwit Kasiyati, di kantornya beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Kassubag TU BPPCB DIY, Indung Pancaputra, yang pernah terlibat ekskavasi awal Candi Kedulan ketika ditemukan, memastikan situs itu memang layak dan sudah siap dipugar.
"Batuan dan ornamen kelengkapannya 90 persen sudah teridentifikasi. Semua masih asli, termasuk patung-patung pengisi relung di empat sisi candi induk," kata Indung.
Namun proyek pemugaran ini masih menyisakan problem cukup krusial secara teknis. Pertama, ada lahan yang masih belum terbebaskan terkait penataan keseluruhan.
Kedua, masalah hidrologi. Air baik dari permukaan maupun dari sumber di bawah ini perlu penanganan ekstra. Ini sedang dicarikan solusi oleh pakar sipil yang dilibatkan," lanjutnya.
Posisi candi yang lebih kurang 8 meter dari permukaan sekitar yang berupa sawah, saluran irigasi, daj sungai kecil di sebelah barat, membuat situs ini rawan dibanjiri air.
Kepala Seksi Pelestarian BPCB DIY, Wiwit Kasiyati, menjelaskan, pemugaran Candi Kedulan meliputi unsur bangunan dan tata lingkungan sekitar situs secara keseluruhan.
"Target 2020 komplek bangunan candi sudah bisa kita tampakkan. Berikutnya pengembangan melibatkan pihak terkait, terutama Pemkab Sleman. (TRIBUNJOGJA.com / Setya Krisna Sumargo)