Di samping dan depan cungkup kala itu masih ada teras, yang bisa menaungi pengunjung yang berziarah. "Tapi kemudian dihancurkan," kenang Pak Sari mengingat peristiwa beberapa tahun lalu.
Situs ini sesudah era reformasi, mengalami kemunduran dan juga menimbulkan kerisauan sejumlah tokoh setempat.
Dinilai jadi pusat kemusyrikan, dicurigai jadi lokasi kemaksiatan, dan tudingan-tudingan miring lain, akhirnya ada upaya sistematis untuk "memusnahkan" situs ini. Caranya, ditelantarkan dan dilarang untuk jadi tujuan ziarah massal.
Cerita Mendut-Pronocitro dan Wiroguno bagi kalangan tua di Gandu dan sekitarnya masih kuat menancap. Umumnya, kalangan tua menyebut bukan Roro Mendut tapi Mbok Mendut. Pak Muhayat (86), sesepuh Dusun Gandu, mengaku tahu cerita Mendut, tapi enggan membeber.
"Sudah banyak ditulis di buku-buku," kata Pak Muh, sapaan akrab salah seorang putra mantan juru kunci atau tetua Gandu yang dulu merawat situs ini.
Ia pun mengaku tahu dan paham praktik seks di situs Mendut, seperti yang pernah semarak di Gunung Kemukus, Sragen.
"Tapi ya tidak semuanya begitu. Orang datang, berziarah, memiliki tujuan dan cara beda-beda untuk mewujudkan harapan-harapannya. Memang, ada juga yang datang laki perempuan, bukan dengan pasangannya. Mereka suka saya nasehatin," imbuhnya.
Sesudah ayah Pak Muhayat, yaitu Imam Saberi, meninggal, perlakuan terhadap situs Mendut itu surut drastis.
"Tidak ada yang meneruskan. Apalagi tokoh mudanya menentang dilanggengkannya situs ini," kata Pak Pujo, warga Prangwedanan, Banguntapan.
Mengunjungi dan melihat dari dekat makam Roro Mendut-Pronocitro ini serasa melintasi lorong waktu, membayangkan peristiwa beratus tahun lalu, seperti yang secara cantik dideskripsikan Romo Mangun lewat novel berjudul sama, Roro Mendut.
Tidak mudah memastikan bahwa di titik itulah Mendut-Pronocitro dikubur di satu liang oleh Wiroguno. Tak ada penanda apapun di makam itu, termasuk catatan sejarah tertulisnya yang akurat tidak ada.
Kisah ini tersambung turun temurun, menyisakan drama melankolik berbumbu sensualitas. Berakhir pertumpahan darah dan matinya sang protagonis, Roro Mendut, di ujung keris Tumenggung Wiroguno.(xna)