Babak Baru Kasus Dugaan Korupsi Kredit PT Sritex, Kejagung Tetapkan Mantan Dirut jadi Tersangka

Iwan ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan alat bukti  keterlibatannya dalam kasus tersebut.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
TERSANGKA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), sebagai tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi fasilitas kredit yang diberikan kepada PT Sritex, Rabu (13/8/2025). Penetapan tersebut dilakukan usai tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bukti keterlibatan Iwan Kurniawan. 

TRIBUNJOGJA.COM - Jumlah tersangka kasus dugaan korupsi fasilitas kredit PT Sritex bertambah setelah Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), sebagai tersangka.

Iwan ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan alat bukti  keterlibatannya dalam kasus tersebut.

Total ada 277 saksi dan 4 ahli yang diperiksa dalam kasus ini.

Dengan ditetapkannya Iwan sebagai tersangka, maka sudah empat orang yang tersangka.

Tiga lainnya yakni Iwan Setiawan Lukminto, Dicky Syahbandinata dan Zainudin Mapa.

Dikutip dari Tribunsolo, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung mengatakan penetapan IKL sebagai tersangka ini dilakukan oleh penyidik setelah melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan menemukan alat bukti.

“Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan alat bukti yang diperoleh tim penyidik, pada hari ini kembali menetapkan satu orang tersangka dengan identitas IKL eks Dirut Sritex,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung, di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025), dikutip dari YouTube Kompas TV.

Biodata Iwan Kurniawan Lukminto

Iwan merupakan putra bungsu dari HM Lukminto, pendiri Sritex, perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara.

Ia lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada 22 Januari 1983. 

Berpendidikan internasional, ia menempuh studi Administrasi Bisnis di Boston University (2001), Northeastern University (2004), dan Johnson & Wales University (2005) di Amerika Serikat.

Kariernya di Sritex dimulai dari divisi produksi, hingga kemudian menjabat Direktur Divisi Garment.

Pada 2014, ia diangkat sebagai Wakil Direktur Utama, sebelum akhirnya menggantikan sang kakak, Iwan Setiawan Lukminto, sebagai Direktur Utama pada Maret 2023.

Selain memimpin Sritex, Iwan aktif di berbagai organisasi, termasuk sebagai Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Apindo Surakarta periode 2018–2023, dan Ketua Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia sejak 2020.

Ia juga dikenal sebagai penggiat seni, lewat keberadaan Tumurun Museum di Solo yang dimiliki keluarganya.

Forbes pernah menempatkan Iwan dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia pada 2020, dengan kekayaan diperkirakan mencapai US$ 515 juta atau setara Rp 8 triliun.

Portofolio bisnis keluarga Lukminto mencakup sektor perhotelan, industri kertas, hingga investasi di Singapura.

Namun, kejayaan Sritex mulai terguncang.

Pada 1 Maret 2025, perusahaan resmi dinyatakan pailit dengan total utang puluhan triliun rupiah, yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja lebih dari 10.000 karyawan.

Dua bulan kemudian, Iwan dijemput Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi kredit bank yang diduga merugikan keuangan negara.

Baca juga: Polisi Amankan 11 Peserta Demo Pati yang Diduga jadi Provokator

Kronologi Sritex Resmi Tutup

Perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menghentikan seluruh operasionalnya pada Sabtu, 1 Maret 2025.

Penutupan ini menjadi akhir perjalanan 58 tahun perusahaan yang bermarkas di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Kabar penutupan Sritex bermula dari proses hukum panjang terkait utang perusahaan.

Pada Mei 2021, Sritex masuk dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) setelah digugat oleh CV Prima Karya. 

Meski sempat mencapai rencana perdamaian, masalah keuangan terus memburuk.

Puncaknya terjadi pada 2 September 2024, ketika PT Indo Bharat Rayon menggugat Sritex atas tunggakan utang.

Gugatan ini dikabulkan Pengadilan Niaga Semarang pada 23 Oktober 2024, sekaligus membatalkan perjanjian perdamaian sebelumnya. 

Sritex yang memiliki liabilitas sekitar USD 1,6 miliar (setara Rp26 triliun) semakin terdesak.

Upaya hukum kasasi hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung pada Desember 2024 tak membuahkan hasil.

Akhirnya, pada Februari 2025, Pengadilan Niaga Semarang memutuskan Sritex dan tiga anak usahanya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, dinyatakan pailit.

Menindaklanjuti putusan itu, tim kurator pada 26 Februari 2025 mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebut total karyawan yang terdampak mencapai 11.025 orang, dengan rincian 340 orang di-PHK pada Agustus 2024, 1.081 orang pada Januari 2025, dan 9.604 orang pada 26 Februari 2025.

Hari terakhir kerja karyawan ditetapkan pada Jumat, 28 Februari 2025, sebelum operasional perusahaan resmi berhenti sehari setelahnya.

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menjamin hak-hak pekerja seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) akan tetap dibayarkan, meski pesangon menunggu hasil likuidasi aset.

Artikel ini sudah tayang di Tribun Solo.

 

 

Sumber: Tribun Solo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved