Bahas Energi Hijau: Kepala PSE UGM Soroti Potensi Besar dan Tantangan Indonesia Menuju NZE 2060
Pengembangan energi hijau dan kendaraan listrik menjadi fokus utama dalam upaya Indonesia mencapai target net zero emission
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pengembangan energi hijau dan kendaraan listrik menjadi fokus utama dalam upaya Indonesia mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060.
Isu transisi energi bersih ini menjadi topik utama dalam podcast “Jejak Hijau” Tribun Jogja.
Dalam episode yang tayang di kanal YouTube Tribun Jogja pada Jumat (8/8/2025) tersebut, Kepala Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Ir. Sarjiya, S.T., M.T., Ph.D., IPU, hadir untuk mengupas perkembangan energi terbarukan di Indonesia, sekaligus memetakan tantangan menuju target NZE 2060.
Menurutnya, komitmen Indonesia terhadap energi bersih telah dimulai sejak 2014 melalui Paris Agreement.
“Sejak 2014 kita berkomitmen menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 hingga 2 derajat Celsius. Kemudian pada 2015 lahir kebijakan target bauran energi dan pengurangan emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri, atau 41 persen jika ada dukungan internasional,” jelas Prof. Sarjiya.
Target tersebut, lanjut Prof. Sarjiya, terus berkembang hingga pada pembaruan terakhir pemerintah menetapkan transisi NZE 2060.
“Posisi Indonesia dalam NZE 2060 menjadi bagian dari kontribusi kita menuju dunia yang lebih hijau di tengah kemajuan global,” ujarnya.
Baca juga: Tribun Jogja dan PSPD UGM Jajaki Kolaborasi, Fokus Literasi Ekonomi Sirkular
Ia menilai, salah satu kunci pencapaian target itu adalah pemanfaatan potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia.
“Kita ini negara tropis, mendapat sinar matahari hampir separuh dari 24 jam, punya potensi angin, panas bumi, dan sumber energi terbarukan lainnya,” kata Prof. Sarjiya.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terakhir, PLN telah menargetkan pengembangan energi hijau berbasis surya untuk 10 tahun ke depan. Namun, menurut Prof. Sarjiya, tantangan terbesar ada pada penguasaan teknologi yang sebagian besar masih dikuasai pihak luar negeri.
“Kalau bicara energi hijau dari sisi pembangkit listrik tenaga surya atau sumber lain, saat ini teknologi banyak dikuasai produsen utama dunia. Mereka juga memimpin dalam pengembangan teknologi konversi energi, penyimpanan daya, dan baterai untuk kendaraan listrik,” terangnya.
Lebih lanjut, Prof. Sarjiya menjelaskan bahwa energi hijau tidak hanya mencakup pembangkit bebas emisi, tetapi juga sektor transportasi.
“Dari kendaraan berbasis fosil, kita bergerak ke dekarbonisasi dan kemudian ke kendaraan listrik. Nah, komponen utama kendaraan listrik adalah baterai, dan teknologi ini pun masih didominasi pihak luar negeri,” paparnya.
Ia menambahkan, dominasi tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang. Indonesia, kata dia, memerlukan strategi yang jelas untuk mengembangkan teknologi sendiri agar tidak bergantung penuh pada impor.
“Kalau kita ingin benar-benar menuju energi hijau, kemandirian teknologi menjadi syarat mutlak. Ini memerlukan kolaborasi pemerintah, industri, dan akademisi,” tegasnya. (*)
Probiotik Lokal Masih Terlupakan, Prof Trisye UGM: Kesehatan Usus Tak Boleh Diabaikan |
![]() |
---|
Lima Desa di Klaten Alami Kekeringan, Warga Minta Kiriman Air Bersih |
![]() |
---|
Bupati Klaten Tepati Janji Hadirkan The Jeblogs di Festival Antikorupsi |
![]() |
---|
Pameran Batik Produk UMKM Desa Jarum Klaten Digelar Tiga Hari Tiga Malam |
![]() |
---|
Prof. Arief Budiman Ungkap Potensi Mikroalga: Solusi Terbarukan untuk Masa Depan Energi Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.