Bendera One Piece Bentuk Kritik, Bukan Pelanggaran

JPW menilai bendera ini adalah kritik. Jangan direspons dengan kekuatan negara, apalagi mengkriminalisasi

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Tribun Jogja
HEADLINE: Halaman depan Harian Tribun Jogja memuat ulasan tentang maraknya bendera bergambar tengkorak mengenakan topi jerami, ikon yang dikenal luas dari manga dan anime One Piece karya Eiichiro Oda, di media sosial sebagai bentuk kritik masyarakat terhadap kondisi sosial politik belakangan di negara ini. 

TRIBUNJOGJA.COM - Jogja Police Watch (JPW) mengimbau aparat kepolisian untuk tidak bersikap represif terhadap maraknya pemasangan bendera bajak laut dari serial fiksi One Piece oleh masyarakat. 

Organisasi pemantau kebijakan publik ini menilai bahwa fenomena tersebut merupakan bentuk ekspresi kritik warga terhadap situasi sosial dan politik saat ini, bukan bentuk pelanggaran hukum.

Belakangan, media sosial diramaikan dengan unggahan warga yang mengibarkan bendera bajak laut dari kru fiktif “Topi Jerami” (Straw Hat Pirates) di depan rumah hingga bagian belakang kendaraan.

Bendera tersebut bergambar tengkorak mengenakan topi jerami, ikon yang dikenal luas dari manga dan anime One Piece karya Eiichiro Oda.

Apa Arti Bendera One Piece? Ini 5 Fakta Menarik yang Harus Anda Tau, Lebih dari Sekadar Tengkorak
Apa Arti Bendera One Piece? Ini 5 Fakta Menarik yang Harus Anda Tau, Lebih dari Sekadar Tengkorak (Generated By AI)

JPW menilai ekspresi ini mencerminkan kritik publik terhadap berbagai kondisi di tanah air, termasuk kebijakan pemerintah dan situasi penegakan hukum. 

Menanggapi fenomena itu, Kepala Divisi Humas JPW, Baharuddin Kamba, menilai tidak ada urgensi bagi aparat untuk melakukan tindakan penurunan bendera selama tidak ada pelanggaran aturan yang jelas.

“Sepanjang tidak melanggar hukum, sah-sah saja masyarakat menyampaikan ekspresi melalui bendera One Piece. Pemerintah seharusnya merespons dengan kebijakan konkret, bukan tindakan berlebihan,” ujar Baharuddin, Sabtu (2/8/2025).

Menurut JPW, pendekatan koersif dalam menghadapi ekspresi simbolik semacam ini berisiko memperkeruh hubungan antara warga dan aparat penegak hukum. 

“Bendera ini adalah kritik. Jangan direspons dengan kekuatan negara, apalagi mengkriminalisasi,” tegas Baharuddin.

Penggunaan simbol budaya populer sebagai bentuk ekspresi politik atau sosial bukanlah hal baru.

Dalam berbagai peristiwa di masa lalu, tokoh-tokoh fiksi atau simbol dalam budaya massa sering diadopsi oleh masyarakat sebagai bentuk perlawanan atau sindiran terhadap kekuasaan.

Fenomena ini mencerminkan cara masyarakat memanfaatkan simbol yang familiar untuk menyampaikan pesan politik dengan cara yang kreatif dan tidak konfrontatif secara langsung. 

Dalam kasus bendera One Piece, simbol bajak laut yang melawan ketidakadilan dinilai relevan oleh sebagian warga untuk merepresentasikan kritik terhadap sistem kekuasaan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.

JPW menekankan bahwa kebebasan berekspresi dijamin konstitusi selama tidak mengandung unsur hasutan atau kekerasan. Oleh karena itu, penilaian atas suatu tindakan warga harus mempertimbangkan konteks dan proporsionalitas.

“Jangan buru-buru menggunakan pendekatan hukum pidana. Polisi dan pemerintah semestinya membaca pesan moral yang coba disampaikan masyarakat lewat simbol itu,” ujar Baharuddin.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved