Pengamat Ekonomi UAJY Sebut Fenomena Kemiskinan di DIY Unik 

Dengan rata-rata anggota keluarga sebesar 4,26, maka garis kemiskinan untuk rumah tangga mencapai Rp 2.668.306 per bulannya.

TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ILUSTRASI 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mencatat tingkat kemiskinan DIY pada Maret 2025 sebesar 10,23 persen. Turun 0,17 persen poin dibandingkan September 2024 lalu.

Garis kemiskinan DIY tercatat sebesar Rp 626.363 per kapita.

Dengan rata-rata anggota keluarga sebesar 4,26, maka garis kemiskinan untuk rumah tangga mencapai Rp 2.668.306 per bulannya.

Hasilnya, jumlah penduduk miskin di DIY pada Maret 2025 sebanyak 425,82 ribu, turun 4,7 ribu dibanding September 2024.

Pengamat Ekonomi Universitas Atma Jaya (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan kemiskinan di DIY memang agak unik.

Karakteristik masyarakat DIY juga berbeda. Meski begitu, metodologi yang digunakan BPS memang diterapkan di semua provinsi.

“Yang perlu dievaluasi lontaran pertanyaan. Kemudian apakah titik sampel yang dipilih, responden, samplingnya sudah tepat? Metode yang digunakan kan konsumsi dan non konsumsi. Kalau masyarakat pedesaan, ada yang tidak membeli, tetapi dari kebunnya, ternak sendiri, itu sudah masuk atau belum?” katanya, Senin (28/07/2025).

“Ada juga karena gaya hidup, berpuasa, lalu makan sehari dua kali, sisanya ditabung. Jadi ada orang miskin, tapi punya ternak, sawah, dan sebagainya. Memang di DIY unik,” sambungnya.

Baca juga: Warga Kulon Progo Nilai Pengeluaran Minimal Rp600 Ribu Sebulan Tak Sebanding dengan Harga Bapok

Menurut dia, karena untuk mengukur kemiskinan dilihat dari pengeluaran konsumsi, mestinya pemerintah memberikan bantuan yang langsung menyasar pada konsumsi.

Ia menilai, mayoritas program pemerintah tidak langsung pada upaya meningkatkan konsumsi masyarakat.

Program penanggulangan kemiskinan biasanya tidak mengatasi kemiskinan secara langsung, seperti bantuan kesehatan, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan lain-lain.

“Memang program itu bisa untuk penanggulangan kemiskinan, tetapi tidak langsung. Kalau untuk mengukur kemiskinan dari pengeluaran konsumsi, pemerintah seharusnya memberikan bantuan untuk meningkatkan konsumsi. Program yang diberikan kan tidak mendorong konsumsi, mungkin mismatch-nya di situ,” terangnya.

Kendati demikian, ia tetap optimis angka kemiskinan di DIY akan terus menurun.

Walaupun bersifat tidak langsung, namun program pemerintah diyakini dapat menurunkan angka kemiskinan sekecil apapun. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved