Efek Larangan Study Tour

PHRI hingga Travel Agent di Bantul Tanggapi Aturan Study Tour Gubernur Jabar dan Wali Kota Bandung

Kebijakan Gubernur Jabar melarang study tour karena memberatkan orangtua dan study tour dipandang hanyalah piknik semata. 

|
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Bantul 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bantul, biro perjalanan wisata atau travel agent, hingga Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, menanggapi adanya aturan Wali Kota Bandung yang tak melarang pelajar di wilayahnya menggelar study tour ke luar Jawa Barat. 

Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat (Jabar) melarang pelaksanaan study tour.

Artinya, kebijakan antara Gubernur Jabar dengan Wali Kota Bandung bertolak belakang.

Ketua PHRI Kabupaten Bantul, Yohanes Hendra Dwi Utomo, mengatakan kebijakan Gubernur Jabar melarang study tour karena memberatkan orangtua dan study tour dipandang hanyalah piknik semata. 

"Alasan bahwa larangan study tour untuk pelajar dikeluarkan karena keluhan orang tua siswa terkait biaya yang memberatkan dan study tour hanya piknik tidaklah benar sama sekali," katanya kepada awak media, Kamis (24/7/2025).

Padahal, menurut Hendra, study tour tidak melulu berisi agenda piknik saja. Sebab banyak rombongan study tour pelajar yang diberikan agenda belajar. Salah satunya, belajar story telling terkait batik, belajar membatik, hingga kegiatan lain.

"Jadi, tinggal panitia study tour yang memilih paket wisatanya. Travel agent tentunya akan menawarkan sejumlah destinasi edukasi bagi pelajar. Jika tidak ya travel agent ikuti kemauan panitia study tour," jelasnya.

Akan tetapi, Hendra memilih bahwa semua kebijakan larangan study tour pelajar atau sebaliknya yang diberikan oleh pemangku kebijakan, sebaiknya diserahkan kembali ke masing-masing pemangku kebijakan. 

Sementara itu, Subkoordinator Kelompok Substansi Promosi Kepariwisataan Dinas Pariwisata Bantul, Markus Purnomo Adi, mengaku, pihaknya tidak ingin cawe-cawe dalam perbedaan aturan study tour antara Gubernur Jabar dan Wali Kota Bandung.

"Tapi selepas dari itu, apabila pelajar diperbolehkan melakukan study tour, kami harap panitia yang terlibat benar-benar selektif dalam memilih biro berjalan dan juga perusahaan otobus yang akan digunakan," tuturnya.

Ia menyarankan, agar panitia study tour memilih travel agent yang masuk dalam organisasi perjalanan wisata seperti ASITA maupun perusahaan bus wisata yang masuk dalam anggota Organda.

Apalagi, bus pariwisata, memiliki aturan tersendiri dibandingkan bus non pariwisata dalam perjalanan.

Selain itu, dikarenakan banyak orangtua siswa yang mungkin mengeluhkan biaya study tour cukup memberatkan, maka pihaknya berharap, perencanaan study tour sebaiknya dilakukan sejak jauh hari agar orang tua memiliki waktu untuk mencicil pembiayaannya.

"Panitia study tour juga bisa memilih objek wisata yang di lokasi itu ada unsur edukasinya, sehingga tidak hanya hanya piknik saja namun bisa menambah ilmu dan pengalaman bagi siswa. Piknik kemudian hanya bonus saja dari kegiatan study tour," tututnya.

Terpisah, Marketing Marketing Arra Tour, Boim, berujar, keluhan dari orang tua siswa terkait biaya study tour tidak terlepas dari kurang bijaknya panitia dalam menetapkan besaran biaya, sehingga kondisi ini bisa menjadi hal yang memprihatinkan dan membebani orang tua secara finansial.

"Jadi misalnya study tour ke Yogyakarta dua hari satu malam sekitar Rp1 juta, namun dinaikkan menjadi Rp1,5 juta. Kita sudah menawarkan harga standar, namun oleh panitia study tour minta dinaikkan. Itu marak terjadi di daerah Pantura, Jabar," jelasnya.

Walau begitu, ia tidak mau mengambil pusing dengan adanya kebijakan yang berbeda antara Gubernur Jabar dan Wali Kota Bandung.

Akan tetapi, ia menyarakan agar ke depan, panitia study tour dapat membenahi tata manajemen, sehingga biaya perjalanan para siswa relatif terjangkau.

Lebih lanjut, Boim yang juga memiliki cabang travel agent di Cirebon ini, turut menyampaikan, bahwa pelarangan study tour oleh Gubernur Jabar sejak beberapa waktu lalu, memiliki dampak yang cukup dirasakan oleh teman-teman bisnis di bidang hotel, restoran, objek wisata, serta pelaku wisata.

"Sebenarnya kalau biro perjalanan wisata itu tidak ada dampak khususnya di Yogyakarta. Tapi, kalau di Jabar jelas terkena imbasnya sangat berat. Kan ada hotel atau restoran yang juga memiliki biro berjalan wisata. Itu yang terdampak kalau murni usaha biro perjalanan wisata di Yogyakarta tidak ada dampaknya," tutup dia.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved