Pulih dari Luka di Kamboja, Puspa Korban TPPO Mulai Bangun Hidup Baru di Yogyakarta

Hari-hari kelam yang dialaminya kini perlahan berganti harapan setelah ia menjalani serangkaian proses rehabilitasi sosial secara menyeluruh.

|
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Dok Humas Pemda DIY
KORBAN TPPO: Puspa (bukan nama sebenarnya), pekerja migran ilegal asal Jogja, berhasil kabur dari tempat kerja penipuan daring (scammer) di Kamboja. Ia dipaksa menipu orang Indonesia dengan target Rp 300 juta per bulan. Jika tak tercapai, ia disiksa, bahkan dipaksa melayani nafsu atasannya. Kini, ia menjalani pemulihan di Dinsos DIY. 

TRIBUNJOGJA.COM- Sekira tiga bulan lalu, seorang perempuan muda tiba di Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinsos DIY), diliputi kecemasan, dan membawa luka psikologis yang mendalam.

Perempuan yang identitasnya disamarkan sebagai Puspa itu merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berhasil diselamatkan dari praktik eksploitasi tenaga kerja di Kamboja.

Hari-hari kelam yang dialaminya kini perlahan berganti harapan setelah ia menjalani serangkaian proses rehabilitasi sosial secara menyeluruh.

“Yang jelas, waktu pertama datang memang ada gangguan psikologis. Dia merasa takut, merasa tertipu, dan itu membuat kondisinya cukup down,” ujar pegawai Dinas Sosial DIY, Widianto, Selasa (22/7).

Menurut Widianto, pada awal masa pendampingan, Puspa menunjukkan reaksi trauma. Puspa tidak bisa melupakan kekerasan yang dialami dan dilihat saat bekerja di Kamboja.

Ia merasa kehilangan arah dan menyatakan keinginan untuk ‘melepaskan diri’ dari semua relasi masa lalunya. Ada kemarahan karena pelakunya belum bisa ditangkap.

Namun, sekira tiga bulan menjalani pemulihan, kondisinya berangsur membaik. Ia kini disebut mulai menjalani kehidupan semi normal, dengan emosi yang lebih stabil dan interaksi sosial yang mulai terbentuk kembali.

“Sekarang Puspa sudah lebih tenang. Sudah bisa menjalani kegiatan harian dan mengikuti pelatihan dengan baik. Itu perkembangan yang sangat positif,” kata Widianto.

Menurut Widianto, rehabilitasi sosial yang diberikan kepada Puspa tidak hanya mencakup konsultasi psikologis, melainkan juga berbagai bentuk bimbingan sosial, mental, dan keterampilan.

“Kami punya sistem layanan terintegrasi yang mencakup pendampingan oleh psikolog, pekerja sosial (peksos), serta konselor. Selain itu, ada pelatihan keterampilan seperti olahan pangan, menjahit, bordir, salon, dan membatik,” ujarnya.

Pelatihan keterampilan ini bertujuan mempersiapkan korban untuk kembali ke masyarakat secara mandiri.

Dinsos DIY juga bekerja sama dengan perguruan tinggi, perusahaan swasta, serta lembaga pelatihan agar para penyintas memiliki kesempatan pada pasar lapangan kerja maupun mampu membangun usaha mandiri.

Proses rehabilitasi, menurut Widianto, bisa berlangsung antara tiga bulan hingga tiga tahun, bergantung pada tingkat trauma, kesiapan mental, dan kondisi sosial keluarga.

Trauma yang Dalam

Kisah kelam Puspa bermula dari tawaran pekerjaan melalui media sosial. Ia dijanjikan bekerja sebagai staf dapur di sebuah restoran Thailand dengan bayaran 900 dolar AS per bulan. Tanpa jalur resmi, ia berangkat dari Jogja ke Malaysia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved