Perburuan Tikus-tikus Pembawa Bakteri Leptospira di Kota Yogyakarta

penyakit leptospirosis di Kota Yogyakarta sepanjang semester pertama 2025 menunjukkan peningkatan signifikan

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Iwan Al Khasni
via kemkes.go.id
PERANGKAP TIKUS: Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta menyebar 100 unit trap atau perangkap tikus di lingkungan penduduk. Pemasangan perangkap tersebut menyasar rumah-rumah warga di sekitaran pasien yang sebelumnya dinyatakan terpapar penyakit leptospirosis 

Kasus leptospirosis tersebar di 11 kemantren, meliputi Mantrijeron, Mergangsan, Gondokusuman, Kotagede (2), Umbulharjo, Pakualaman (2), Gedongtengen (2), Ngampilan (2), Wirobrajan, Jetis (3), Tegalrejo (3).

Adapun enam pasien leptospirosis yang meninggal dunia, berasal dari Pakualaman, Gedongtengen, Ngampilan (2), Wirobrajan dan Jetis.

"Sehingga, dari 14 kemantren di Kota Yogya, yang masih bebas dari kasus leptospirosis ada tiga, yaitu Kraton, Danurejan dan Gondomanan. Tapi, tetap saja harus waspada," tegasnya.

Pengasapan Beracun

Epidemiolog Dinkes Kota Yogyakarta, Anandi Retnani, menyampaikan, penanganan leptospirosis juga telah dilakukan dengan fumigasi atau pengasapan beracun.

Langkah tersebut ditempuh sebagai upaya mengendalikan tikus yang berpotensi menjadi vektor bakteri leptospira di area-area paparan kasus.

"Sampel-sampel tanah di area yang ada kasusnya juga kami periksa. Ternyata ada tanah yang kondisinya tercemar bakteri dari kencing tikus ini, sehingga langsung diberi disinfektan," ucapnya.

"Umumnya memang kasus berawal dari luka manusia yang terpapar kencing tikus sebagai pembawa bakteri. ditularkan dari hewan, terutama tikus, ke manusia melalui luka terbuka," urai Anandi. 

Butuh Sosialiasi

Kalangan legislatif mendesak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk mengintensifkan sosialisasi terkait penyakit leptospirosis.

Sebagai informasi, sebaran penyakit leptospirosis di Kota Yogyakarta sepanjang semester pertama 2025 menunjukkan peningkatan signifikan.

Dinkes Kota Yogyakarta mencatat, sepanjang Januari-Juli sejauh ini, terdapat 19 kasus leptospirosis, dengan enam diantaranya meninggal dunia.

Rata-rata pasien meninggal karena mengalami keterlambatan penanganan di fasilitas layanan kesehatan, akibat tidak menyadari gejala penyakit yang bersumber dari urine tikus berbakteri leptospira tersebut.

"Gejala utamanya kan karena demam. Tapi, warga tidak tahu, apakah demamnya karena leptospirpsis atau kecapekan saja," kata Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Darini, Jumat (11/7/25).

Politikus PDI Perjuangan itu menyampaikan, Surat Edaran (SE) Wali Kota Nomor 100.3.4 / 2407 Tahun 2025 Tentang Kewaspadaan Kejadian Leptospirosis dan Hantavirus harus segera di-follow up.

Terlebih, sejatinya, Dinkes Kota Yogyakarta sudah memiliki kader-kader kesehatan di wilayah, yang tersebar hingga tingkat RW (Rukun Warga).

"Biasanya sudah ada jadwal-jadwwl sosialisasi juga dari Puskesmas. Cuma, harus lebih masif lagi, karena tidak semua warga bisa menangkap dengan cepat," ungkapnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved