MPBI DIY Sebut Distribusi, Cakupan Hingga Besaran BSU Perlu Dievaluasi 

MPBI DIY menilai BSU merupakan langkah jangka pendek dan belum menyentuh akar masalah ketimpangan sosial dan struktural di sektor tenaga kerja.

PEXELS/Defrino Maasy
ILUSTRASI - Bantuan Subsidi Upah (BSU) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada pekerja dengan gaji Rp 3,5 juta ke bawah. 

Bantuan senilai Rp600 ribu untuk bulan Juni dan Juli 2025 tersebut diberikan dalam satu tahap.

Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan, mengatakan BSU merupakan langkah jangka pendek dan belum menyentuh akar masalah ketimpangan sosial dan struktural di sektor tenaga kerja.

Ia juga menyoroti penyaluran BSU yang tidak serentak, bahkan dalam satu kantor. 

“Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan ketidaktertiban dalam proses verifikasi dan penyaluran. Ini menjadi catatan serius bahwa mekanisme distribusi perlu dievaluasi agar lebih adil dan merata,” katanya, Kamis (10/07/2025).

Irsad menyebut mestinya cakupan BSU diperluas dan menyasar pekerja informal. Hal itu karena mayoritas pekerja berada di sektor informal.

Calon penerima BSU di DIY hanya sekitar 320 ribu, sedangkan jumlah pekerja di DIY sekitar 2,15 juta.

Menurut dia, ada pembatasan kuota yang tidak berdasarkan kebutuhan riil pekerja di lapangan.

Berdasarkan nilai ke Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DIY mencapai Rp3,5 hingga Rp4 juta. 

Namun UMK DIY pada kisaran Rp2 juta.

“Maka seharusnya lebih banyak buruh yang berhak mendapat subsidi (BSU) dan memperluas cakupan ke pekerja informal. Hal ini bisa diperbaharui dengan pendataan partisipatif, mengembangkan sistem digitalisasi, dan integrasi dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial),” terangnya.

“Jika hanya mengandalkan BSU tanpa pembaharuan sistem ketenagakerjaan via revisi UU naker dan perlindungan sosial yang lebih luas, kebijakan ini akan bersifat reaktif, bukan solutif,” sambungnya.

Ia juga menyebut nilai BSU juga perlu ditingkatkan.

“Disesuaikan dengan indeks biaya hidup daerah atau KHL. Untuk DIY dikisaran Rp3,5 juta (KHL), angka Rp600 ribu terlalu kecil jika dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved