Buku Catatan dari Wadas, Rekam Perjalanan Konflik Proses Penambangan Andesit untuk Bendungan Bener

Buku ini merekam perjalanan konflik yang menghiasi proses penambangan batuan andesit yang hendak digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Istimewa
PELUNCURAN BUKU - Buku berjudul Catatan dari Wadas diluncurkan di Museum Sandi, Kota Yogyakarta, pada Sabtu (21/6/2024), bersamaan dengan Reuni Jamaah LKiS 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Buku berjudul ‘Catatan dari Wadas; Penyeleseian Sengketa Agraria Bendungan Bener’ resmi diluncurkan di Museum Sandi, Kota Yogyakarta, pada Sabtu (21/6/2024)

Buku ini diterbitkan oleh Tim mediator yang memediasi konflik agraria pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng).

Buku ini merekam perjalanan konflik yang menghiasi proses penambangan batuan andesit yang hendak digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener.

Tentu saja, buku ini berdasarkan perspektif Rumekso Setyadi, anggota tim mediator yang dibentuk oleh M Imam Aziz yang waktu itu menjabat sebagai Staf Khusus Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin dan juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). 

Rumekso Setyadi merekam perjalanannya memediasi konflik antara pemerintah dan warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, dan kemudian menuangkannya dalam buku tersebut.

“Dengan selesainya kasus Wadas maka kemudian buku ini dibuat. Harapannya buku ini dapat menjadi pelajaran bersama baik oleh para perencana pembangunan atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) maupun kalangan-kalangan yang menjadi penentu kebijakan,” kata aktivis sosial yang akrab disapa Markijok ini, Selasa (24/6/2025).

Dikatakan lebih lanjut, melalui buku ini semua pihak harus belajar bahwa pembangunan tanpa mengedepankan aspek kemanusiaan, sosial ekonomi, dan kebudayaan, niscaya akan mengalami benturan dengan rakyat yang terdampak pembangunan tersebut. 

“Untuk itu dari buku ini kita bisa belajar tentang model perencanaan, negosiasi dan mediasi terkait dengan pembangunan yang berdampak besar pada rakyat,” ucapnya.

Konflik wadas, kata dia, berakar pada UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangun. 

Dengan menggunakan UU itu Desa Wadas yang menjadi lokasi tambang andesit perizinannya dijadikan satu lokasi dengan tapak bendungan, padahal usaha pertambangan harusnya menggunakan UU Mineral dan Batu Bara (Minerba). 

“Tetapi karena Proyek Strategis Nasional (PSN) dilindungi juga dengan UU Omnibus Law maka usaha pertambangan batu andesit itu hanya cukup menggunakan rekomendasi Menteri ESDM saja,” terangnya. 

Markijok menyebut, banyak aktor terlibat dalam konflik Wadas. Dituturkan, bahkan  bentrokan dan aksi represi aparat keamanan terhadap rakyat pernah terjadi pada 8 Februari 2022 dan menjadi sorotan nasional.

Saat itu, banyak warga mendapat kekerasan dari aparat, dan tak sedikit aktivis yang turut ditangkap.

“Aksi represif aparat itu, mau tak mau menyeret nama Gubernur Jawa Tengah saat itu, Ganjar Pranowo,” ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved