Kopi Yellow Caturra Ini Langka, Rasa dan Aromanya Istimewa
Yellow Caturra adalah varietas kopi Arabika yang dikenal karena buahnya yang berwarna kuning saat matang.
Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Hari Susmayanti
JEMARI tangan pria itu terampil memilin buah berbentuk bulat berwarna kulit kuning cerah, sebagian bersemu hijau, memetiknya satu persatu, lalu memasukkannya ke ember hitam.
Berkaus lengan panjang abu-abu, pria bernama Mujiyanto itu melawan hawa cukup dingin di tengah siang di kebun tepi jalan Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Daerah adem ini terletak di lembah subur dan indah di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.
Mas Muji, demikian ia sering disapa, sedang bergembira memanen buah segar kopi Arabika langka, Yellow Caturra.
Ia juga bahagia karena tanaman kopi Arabika varietas kuning yang ditanamnya sejak 2019 itu berbuah cukup lebat di tiap pohonnya.

Meski bukan kebun besar karena ia masih berkebun sayur mayur, apa yang ditanamnya melebih ekspektasi awalnya.
Puluhan pohon kopi Yellom Caturra miliknya saat ini sedang berbuah lebat. Setiap 15 hari dipanennya, sejak awal Juni hingga kemungkinan Agustus nanti.
Muji semula ikut dalam komunitas peduli lahan lereng Merapi Merbabu. Ia aktif dalam upaya melindungi lahan sayur mayur di desanya supaya tidak cepat rusak.
“Saya coba buat tantangan, dengan menanam kopi di pinggir-pinggir atau pematang lahan sayur mayur,” kata Mujiyanto akhir pekan lalu ditemui di Desa Samiran.
Respon Petani Sayur
Tetapi umumnya respon petani sayur di wilayah Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, jawa Tengah, kurang tertarik.
Bahkan mereka malah bingung karena ketidaklaziman warna kuning buah kopinya setelah matang.
Sebab secara ekonomi, mereka pikir kopi akan lama menghasilkan. Berbeda dengan sayur mayur yang cepat sirkulasi tanam hingga panennya, dan sangat membantu kebutuhan hidup petani.
Tetapi Mujiyanto tetap maju. Ia memperoleh bantuan dari jaringannya 150 bibit tanaman kopi, termasuk Yellow Caturra, yang disemai di sebuah tempat Yogyakarta.
Biji kopi yang disemai menurut Muji, diperoleh dari sebuah perkebunan kopi di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur.
Dari 150 bibit kopi yang diterimanya, sebanyak 100 bibit ia tanam di kebunnya, sisanya dibagikan ke tetangganya yang ditanam di pekarangan maupun kebun mereka.

Literatur menyebutkan, Yellow Caturra adalah varietas kopi Arabika yang dikenal karena buahnya yang berwarna kuning saat matang.
Baca juga: Curah Hujan Tinggi, Petani Kopi di Balerante Klaten Keluhkan Gagal Panen
Ini berbeda dengan kebanyakan kopi Arabika yang berwarna merah. Yellow Caturra adalah mutasi alami varietas Caturra, yang merupakan mutasi dari Bourbon.
Yellow Caturra memiliki profil rasa yang unik, seringkali dengan aroma buah-buahan dan bunga, seperti lemon, apel, serta aroma floral.
Jenis kopi ini berasal dari Kolombia, Kosta Rika, dan Nikaragua, dan kemudian menyebar ke Brazil dan negara lain, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, Yellow Caturra tergolong langka, dengan jumlah pohon yang terbatas dan hanya dipanen dalam jumlah kecil.
Umumnya ditanam pada ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Ia memerlukan teknik khusus dalam penanaman, pemupukan, dan pengolahan pascapanen agar menghasilkan kopi kualitas terbaik.
Yellow Caturra telah ditanam di beberapa daerah di Indonesia, seperti Bajawa (Flores) dan daerah lain, termasuk sebagian kecil di Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
Karena kelangkaan dan citra rasanya yang unik, jenis kopi ini disukai para penikmat kopi di berbagai negara, termasuk Jepang, Korea, China, Eropa, dan Amerika Serikat.
Testimoni Penikmat Kopi
Mujiyanto mengakui, dan ini menurutnya diperkuat testimoni para penikmat kopi yang datang ke rumahnya.
Termasuk Ganjar Pranowo, mantan Gubernur Jawa Tengah yang sudah beberapa kali menyambangi rumah Mujiyanyo, untuk menikmati kopi Yellow Caturra.
“Karakternya beda, dan punya keistimewaan di rasa dan aroma. Apalagi yang proses wine atau fermentasi. Itu luar biasa,” kata pria yang gemar muncak Merapi saat belum ditutup.
Sejak memuliakan tanaman kopi Yellow Caturra di kebunnya, Muji sudah mulai menikmati hasilnya yang cukup istimewa.
Walau belum memiliki banyak tanaman, ada sekitar 80 sampai 90 pohon, dan belum semua produksi, produksinya sudah nyata.
“Tahun 2024 saya bisa panen 160 kilogram buah atau chery kopi Yellow Caturra,” ungkapnya sembari menyebutkan harga jualnya yang menjanjikan setelah diproses.
“Tentu ada harga ada rasa,” kata Muji sembari tersenyum menyebutkan harga jual Yellow Caturra Wine atau hasil fermentasi yang sangat aduhai.
Bagi Mujiyanto, menanam kopi Yellow Caturra dan kopi Arabika biasa di Wilayah Selo memiliki misi historis kultural.
“Kopi selama ini di Indonesia atau di Boyolali kerap dianggap tanaman warisan colonial.
Karena itu dengan kita menanam ini, pemahaman anak cucu kita akan berubah,” ujarnya.
“Mereka pada waktunya akan paham, oh ini adalah tanaman warisan simbah atau leluhur, bukan peninggalan kolonial,” jelas Muji yang punya nama di medsos Mujizat Merapi ini.
Budidaya tanaman kopi Arabika Yellow Caturra di Lembah Merapi-Merbabu menurutnya tidak susah.
Tidak ada treatment khusus, dan cara pemeliharaan yang sulit. Ia mencontohkan pohon kopi ditanamnya di pinggiran kebun atau tengah lahan, tumpangsari dengan sayur mayur.
Di kebunnya, kopi Yellow Caturra berbagi lahan dengan tanaman wortel, brokoli, kentang, dan kadang cabai serta tomat.
Menurut Mujiyanto, para petani umumnya khawatir, menanam banyak pohon kopi akan mengurangi lahan sayur mayur, yang artinya akan berdampak pada pendapatan.
“Memang benar, satu pohon kopi jika tumbuh sempurna subur, akan memakan area yang seharusnya bisa menghasilkan sayur mayur,” katanya.
“Tetapi ketika pada saatnya besar dan kopinya menghasilkan, hasilnya seimbang dengan berkurangnya lahan sayur. Bahkan malah bisa lebih besar jika kumulatif,” lanjut Muji.
Prospek Menjanjikan
Ini menurut Muji adalah kalkulasi jangka panjang. Prospek kopi di masa depan tetap menjanjikan melihat trend nasional maupun global.
Jika hanya pragmatis, sayur mayur jelas lebih cepat putarannya, dan hasilnya lebih disukai para petani umumnya.
“Tanam kopi kan hanya sekali, selanjutnya nanti kita panen dan panen dan panen setiap tahunnya,” kata Muji yang sama sekali tidak punya pengalaman berkebun kopi.
Kini, di lahan yang ditanami wortel dan brokoli, Mujiyanto hari demi hari merawat pohon kopi, yang dahan dei dahannya lebat oleh buah yang sedang menguning.
Ia memanen setiap buah yang benar-benar sudah matang, dan menyortirnya untuk mendapatkan beberapa kategori atau grade kopi yang akan diprosesnya.
Grade terbaik dan pilihan akan menjadi kopi jagoannya yang akan difermentasi guna mendapatkan Yellow Caturra Wine yang diberi merek Jenar Kopi.
“Jenar itu kan artinya kuning, dan Jenar Kopi ya Kopi Kuning dari Selo,” jelas pria dua anak yang membuka kafe mungil di rumahnya di Desa Samiran.
Mujiyanto lantas menyajikan kopi Yellow Caturra Wine racikan Jenar Kopi, menggunakan proses standar kopi V-60.
Tanpa gula alias murni, cita rasa dan aroma kopi seduh Yellow Caturra ini memanglah aduhai.
Tidak terlalu masam atau pahit, wangi khas Arabikanya begitu kuat, dan jejaknya di lidah dan kerongkongan awet.
Mujiyanto lantas memberi pesan kepada para petani milenial atau petani-petani muda Boyolali, untuk berani dan ikut melestarikan lahan lewat tanaman kopi di sela sayur mayur.
Kepada para penikmat kopi, Muji mengajak untuk ikut merawat bumi dengan membeli kopi hasil para petani di Lembah Selo di antara gunung Merapi dan Merbabu.(Setya Krisna Sumarga)
Cerita Mantan Perawat Klinik Gigi Asal Boyolali Digugat Rp 120 Juta Oleh Mantan Bosnya |
![]() |
---|
Hati Nurani Suyono Terketuk Saat Dengar Dua Warganya Disekap dan Dirantai di Boyolali |
![]() |
---|
Cerita Lengkap 4 Bocah di Boyolali Dirantai dan Hanya Diberi Makan Singkong Rebus Oleh Pensiunan PNS |
![]() |
---|
Nenek Sumi Kaget Dinyatakan Meninggal, Padahal Masih Sering Rewang di Dapur Tetangga |
![]() |
---|
Tak Kuat Menanjak, Truk Tronton Terguling Timpa Mini Bus di Sidomulyo Boyolali |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.