3 Hari Sebelum Diserang AS, Truk dan Alat Berat Diduga Pindahkan Uranium dari Fasilitas Nuklir Iran
Klaim Presiden Amerika Serikat yang menyebutkan serangan yang dilancarkan militernya berhasil menghancurkan program nuklir Iran dibantah oleh pakar
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM – Klaim Presiden Amerika Serikat yang menyebutkan serangan yang dilancarkan militernya berhasil menghancurkan program nuklir Iran dibantah oleh sejumlah pakar.
Menurut para pakar, serangan ke tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan, gagal menyentuh stok uranium yang sudah diperkaya hingga level membahayakan.
Klaim para pakar itu muncul setelah gambar citra satelit komersial menyatakan hal yang bertolak belakang dengan klaim Donald Trump.
Dikutip dari Tribunnews.com yang melansir laman NPR, sejumlah pakar independen, serangan yang dilancarkan oleh AS tidak tuntas.
Bahkan serangan itu tidak mengenai stok uranium Iran.
"Menurut analisis terbaru terhadap foto satelit, serangan itu bersifat tidak tuntas, bahkan gagal menyentuh stok uranium yang sudah diperkaya hingga level membahayakan.
"Jika semuanya berakhir di sini, maka ini adalah serangan yang sangat tidak tuntas," tegas Jeffrey Lewis, profesor dari Middlebury Institute of International Studies di Monterey, yang selama bertahun-tahun memantau program nuklir Iran.
Hal serupa juga disampaikan oleh pakar yang juga Presiden Institute for Science and International Security (ISIS), David Albright.
Menurutnya, Iran sudah mengantisipasi serangan AS itu dengan memindahkan stok uranium miliknya.
Stok uranium 60 persen itu sudah dibawa ke tempat yang lebih aman sebelum serangan terjadi.
"Hari ini, Iran masih memiliki bahan itu dan kita tidak tahu di mana keberadaannya," ujar Albright.
"Saya kira kita harus mengasumsikan bahwa jumlah signifikan dari uranium yang diperkaya itu masih ada, jadi ini belum berakhir."
Menurut data IAEA (Badan Energi Atom Internasional), Iran memiliki lebih dari 400 kilogram uranium-235 dengan tingkat pengayaan 60 persen, cukup untuk membuat sekitar 10 bom nuklir jika disempurnakan hingga level senjata.
Baca juga: Abbas Araghchi Terbang ke Moscow untuk Temui Putin Bahas Soal Serangan AS ke Fasilitas Nuklir Iran
Klaim dari pakar independen ini diperkuat dengan temuan aktivitas mencurigakan di situs Fordow berdasarkan citra dari Maxar Technologies tanggal 19–20 Juni, hanya tiga hari sebelum pengeboman.
Foto satelit memperlihatkan barisan panjang truk dan alat berat yang tampaknya digunakan untuk menutup terowongan utama dan memindahkan muatan dari dalam fasilitas.
Truk-truk ini terlihat mengarah ke jalur utama masuk ke kompleks bawah tanah, yang dibangun sekitar 80 meter di bawah permukaan lereng gunung.
"Satu-satunya kesimpulan logis adalah bahwa Iran sudah mengantisipasi serangan dan memindahkan stok sensitifnya," ujar Lewis.
Serangan Besar, Tapi Tidak Menyentuh Inti Masalah
Operasi militer dengan nama sandi "Operation Midnight Hammer" itu melibatkan 7 pesawat B-2 Spirit yang menjatuhkan bom penghancur bunker seberat 30.000 pon (Massive Ordnance Penetrators).
Selain itu, lebih dari 24 rudal jelajah diluncurkan dari kapal selam AS, menyasar bangunan dan pintu masuk fasilitas bawah tanah di Isfahan.
“Operasi yang dirancang Presiden Trump sangat berani dan brilian,” ujar Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth.
Namun bagi para pakar, hasilnya tidak sebanding dengan klaim tersebut. Citra satelit memang menunjukkan enam lubang besar dan puing-puing hangus di sekitar Fordow, namun ventilasi bawah tanah, ruang sentrifugal, dan terutama gudang uranium belum dipastikan terkena.
Iran Bisa Bangkit Lagi
Menurut Albright, meski program nuklir Iran terpukul, namun bukan berarti mereka tidak bisa bangkit. Iran diduga masih memiliki ribuan sentrifugal cadangan yang belum dipasang, serta kemampuan teknis untuk memindahkan pengayaan ke lokasi rahasia lainnya.
"Program ini memang mengalami kemunduran serius, tetapi masih banyak potensi sisa yang berbahaya."
Dalam skenario terburuk, Iran hanya butuh waktu singkat untuk mencapai level pengayaan 90 persen, yaitu ambang batas untuk membuat senjata nuklir, jika semua komponen masih tersimpan dengan baik.
Satu-satunya Jalan: Diplomasi dan Inspeksi
Meski serangan militer menjadi opsi cepat yang diambil Trump, para pakar justru menyebut solusi jangka panjang terletak pada diplomasi dan kerja sama internasional.
Inspeksi tambahan dari IAEA dan kesediaan Iran untuk transparan menjadi kunci keberhasilan mengakhiri ancaman nuklir secara menyeluruh.
“Bahkan kampanye pengeboman yang paling brilian sekalipun, mungkin tidak akan membawa kita ke tujuan akhir,” tutup Lewis. (*)
Daftar 15 Negara yang Akui Palestina, Mulai dari Prancis, Kanada Hingga Inggris |
![]() |
---|
Pakar UMY tentang AS Bisa Akses Data WNI: Langgar Hak Privasi Warga Negara |
![]() |
---|
Kisah Pilu di Balik Foto Bayi Kelaparan di Gaza |
![]() |
---|
Iran Siapkan Skenario Baru jika Perang dengan Israel Kembali Pecah |
![]() |
---|
Iran Pulihkan Sistem Pertahanan Udara Dengan Persenjataan Tiongkok, Siap Hadapi AS Israel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.