UII-NLR Paparkan Dampak Perubahan Iklim terhadap Disabilitas dan Penderita Kusta

Sebagai bagian dari kegiatan, dilakukan penandatanganan Implementation Agreement antara Jurusan Teknik Lingkungan UII dan NLR Indonesia.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
PERUBAHAN IKLIM - Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), bekerja sama dengan NLR Indonesia, menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Hasil Riset Dampak Perubahan Iklim terhadap Anak dan Remaja dengan Disabilitas dan Kusta di Indonesia yang dilaksanakan secara hybrid di Auditorium FTSP UII, Kamis (12/6/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), bekerja sama dengan NLR Indonesia, menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Hasil Riset Dampak Perubahan Iklim terhadap Anak dan Remaja dengan Disabilitas dan Kusta di Indonesia yang dilaksanakan secara hybrid di Auditorium FTSP UII. 

Kegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya akademik dan advokasi untuk memastikan bahwa suara kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim, yakni anak dan remaja dengan disabilitas serta yang mengalami kusta, dapat didengar dan diperhitungkan dalam perumusan kebijakan nasional maupun daerah.

Riset ini dilaksanakan di dua wilayah dengan konteks kerentanan yang kompleks, yakni Kota Ternate, Maluku Utara dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur.

Keduanya merupakan wilayah dengan paparan risiko iklim yang tinggi, sekaligus menjadi rumah bagi komunitas disabilitas yang selama ini belum banyak mendapatkan perhatian dalam agenda adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Dalam sambutannya, Dr.Eng. Ir. Awaluddin Nurmiyanto, S.T., M.Eng., Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk nyata komitmen perguruan tinggi dalam mendekatkan riset kepada kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok marginal.

“UII tidak hanya berperan sebagai pusat pengetahuan, tetapi juga sebagai penggerak perubahan sosial yang adil. Melalui riset ini, kami ingin menyampaikan bahwa ketidakadilan iklim itu nyata dan harus direspons dengan kebijakan yang inklusif, adaptif, dan berbasis data,” jelasnya.

Senada dengan itu, Agus Wijayanto, Direktur NLR Indonesia, menyampaikan bahwa kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam mendorong pengarusutamaan isu disabilitas dan kusta ke dalam kebijakan perubahan iklim.

“Kami melihat masih minimnya perhatian terhadap penyandang disabilitas dan orang yang mengalami kusta dalam dokumen-dokumen strategi perubahan iklim nasional maupun daerah. Riset ini bukan sekadar kajian akademik, tetapi juga upaya untuk memperkuat basis advokasi berbasis bukti,” ujar Agus Wijayanto.

Ikrom Mustofa, M.Sc., selaku Ketua Tim Riset sekaligus dosen Jurusan Teknik Lingkungan UII, memaparkan hasil studi dengan mendalam. 

Ia menekankan bahwa riset ini tidak hanya mengungkap dampak fisik dari perubahan iklim, seperti kenaikan suhu, pola curah hujan ekstrem, atau peningkatan frekuensi bencana, tetapi juga menyajikan narasi sosial dan psikologis dari kelompok anak dan remaja penyandang disabilitas yang selama ini termarjinalkan.

“Riset ini menyajikan realitas yang selama ini luput dari radar kebijakan. Anak dan remaja dengan disabilitas, terutama yang mengalami kusta, berada dalam posisi yang sangat rentan. Mereka bukan hanya mengalami hambatan akses informasi iklim dan layanan kebencanaan, tetapi juga dihadapkan pada stigma sosial yang berlapis,” jelas Ikrom.

Ia menambahkan bahwa temuan menarik dari riset ini adalah tingginya komitmen anak dan remaja penyandang disabilitas untuk terlibat dalam aksi iklim, meskipun mayoritas dari mereka belum pernah dilibatkan dalam program apapun sebelumnya.

“Di Ternate dan TTU, kami melihat semangat luar biasa dari anak-anak dan remaja ini. Mereka ingin menjadi bagian dari solusi. Mereka ingin menanam pohon, membersihkan lingkungan, bahkan menyuarakan pendapat mereka dalam forum publik. Namun selama ini mereka tidak pernah diajak. Tidak pernah diberi ruang. Ini adalah kegagalan sistemik yang harus segera kita perbaiki,” lanjutnya.

Ikrom menegaskan bahwa riset ini menghasilkan luaran yang komprehensif, baik dalam bentuk laporan penelitian, peta kerentanan wilayah, profil komunitas, hingga rekomendasi aksi nyata untuk pemangku kepentingan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved