Penyebab Jetstar Asia Hentikan Operasional Per 31 Juli 2025

Jetstar Asia, maskapai penerbangan Low-Cost Carrier (LCC) yang bermarkas di Singapura bakal berhenti operasi per 31 Juli 2025 mendatang

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Tangkap layar Instagram Jetstar Asia
JETSTAR ASIA BUBAR - Tangkap layar pesawat maskapai Jetstar Asia di akun Instagram Jetstar Asia, Rabu (11/6/2025). Jetstar Asia mengumumkan bubar pada hari ini, Rabu (11/6/2025), akan terus beroperasi sementara hingga pada tanggal 31 Juli 2025 mendatang. 

TRIBUNJOGJA.COM - Jetstar Asia, maskapai penerbangan Low-Cost Carrier (LCC) yang bermarkas di Singapura bakal berhenti operasi per 31 Juli 2025 mendatang.

Keputusan itu diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan atau faktor.

Kabar berhentinya operasional Jetstar Asia ini disampaikan langsung oleh Qantas Group selaku induk perusahaan mereka pada Rabu ini (11/6/2025).

Berdasarkan pernyataan resmi dari pihak Qantas, penutupan ini disebabkan oleh tekanan kenaikan biaya pemasok, tarif bandara yang lebih tinggi, serta persaingan ketat antar maskapai berbiaya rendah di kawasan Asia Tenggara.

Meski tinggal hitungan minggu lagi, Jetstar Asia memastikan maskapainya akan tetap beroperasi seperti biaya untuk melayani penumpang.

Penumpang yang telah memesan tiket untuk penerbangan yang dibatalkan akan mendapat pengembalian dana penuh, dan Qantas akan berusaha menempatkan ulang penumpang ke maskapai lain jika diperlukan.

Dikutip dari Tribunnews.com yang melansir CNA, juru bicara Jetstar Asia menyebutkan bahwa 500 staf mereka akan kehilangan pekerjaan akibat penutupan ini.

Namun, mereka akan memperoleh kompensasi pesangon dan dukungan penempatan kerja dari Qantas, termasuk peluang kerja di perusahaan grup atau maskapai lain di kawasan tersebut.

Penutupan Jetstar Asia ini, juga berimbas pada alternatif penerbangan para pelancong di kawasan Asia Tenggara.

Hal ini terjadi mengingat Jetstar Asia selama ini melayani 16 rute intra-Asia yang memiliki konsentrasi pasar cukup tinggi.

Jetstar Asia saat ini mengoperasikan penerbangan dari Singapura ke tujuan di Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, Tiongkok, Sri Lanka, Jepang, dan Australia.

Meski Jetstar Asia ditutup per 31 Juli 2025 mendatang, Qantas Group menegahkan operasional Jetstar Airways di Australia dan Selandia Baru, serta Jetstar Jepang, tidak akan terpengaruh.

Qantas juga mengumumkan bahwa 13 pesawat Airbus A320 milik Jetstar Asia akan dipindahkan secara bertahap ke Australia dan Selandia Baru.

Baca juga: Suheri Dianiaya Anggota Satreskrim Polres Cianjur Hingga Gigi Rontok dan Wajah Lebam

Biaya operasional Jetstar Asia Terlalu Tinggi untuk Qantas

Menurut CEO Grup Qantas, Vanessa Hudson, kenaikan sejumlah komponen biaya operasional yang menyentuh angka peningkatan hingga 200 persen telah mengubah struktur biaya operasional Jetstar Asia.

Akibat hal tersebut, pihak Qantas berpendapat, operasional Jetstar Asia dinilai tidak lagi memenuhi unsur berkelanjutan guna bersaing di kawasan Asia Tenggara.

Qantas pun mau tidak mau harus menutup operasional Jetstar Asia dengan berat hati.

Hal ini disampaikan di ucapan perpisahan Vanessa dalam rilis tersebut.

"Saya ingin menyampaikan apresiasi mendalam kepada tim Jetstar Asia atas kontribusi luar biasa mereka bagi industri penerbangan di kawasan selama lebih dari dua dekade," ujarnya.

Hudson menambahkan, Qantas saat ini tengah menjalankan rencana pembaruan armada terbesar dalam sejarah perusahaan, dengan hampir 200 pesanan pesawat baru serta investasi ratusan juta dolar untuk pembaruan armada yang sudah ada.

Jetstar Asia sendiri didirikan lebih dari dua dekade lalu oleh Qantas untuk memenuhi permintaan penerbangan berbiaya rendah yang meningkat di Asia.

Namun, persaingan ketat dari perusahaan seperti AirAsia dan Scoot (anak perusahaan Singapore Airlines) telah menggerus posisi pasar Jetstar Asia.

Penutupan ini diperkirakan akan menghemat 500 juta Dolar Australia (sekitar Rp5,4 triliun), yang akan dialihkan untuk mendanai rencana pembaruan armada Qantas.

Untuk tahun fiskal saat ini, Jetstar Asia diprediksi mencatat kerugian operasional sebelum bunga dan pajak (EBIT) sebesar 35 juta Dolar Australia. (*)

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved