Biofuel: Jembatan Menuju BBM Ramah Lingkungan dan Ekonomi Berkelanjutan

Menurut Fahmy Radhi, Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), peralihan ke biofuel adalah keniscayaan di tengah semakin menipisnya cadangan

Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
TRANSISI: Menurut Fahmy Radhi, Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), peralihan ke biofuel adalah keniscayaan di tengah semakin menipisnya cadangan minyak bumi nasional. 

YOGYAKARTA – Upaya transisi energi bersih di Indonesia memasuki babak baru dengan pengembangan bahan bakar minyak (BBM) berbasis biofuel.

Campuran BBM dengan biofuel berbasis tebu, yang memiliki emisi lebih rendah, menjadi langkah awal menuju bahan bakar masa depan yang lebih ramah lingkungan dan mendukung kemandirian energi nasional.  

Menurut Fahmy Radhi, Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), peralihan ke biofuel adalah keniscayaan di tengah semakin menipisnya cadangan minyak bumi nasional.  

“Minyak bumi itu tidak terbarukan. Sementara kebutuhan energi terus meningkat. Maka, biofuel menjadi solusi realistis,” ujar Fahmy, Kamis (22/5/2025).  

Fahmy menilai bahwa penggunaan biofuel, meski baru dalam tahap awal, menjadi pijakan penting untuk membangun kesadaran publik akan pentingnya energi bersih.

Ia juga menekankan bahwa potensi bahan baku biofuel di Indonesia sangat besar, mulai dari tebu, kelapa sawit, hingga singkong.  

Namun, tantangan utama terletak pada teknologi produksi. 

“Indonesia belum sepenuhnya menguasai teknologi produksi biofuel. Untuk mencapai kemandirian energi, investasi dalam riset dan teknologi harus menjadi prioritas,” tegas Fahmy.  

Ia mencontohkan upaya sebelumnya untuk memproduksi biodiesel B100 dari minyak nabati yang terhambat karena keterbatasan teknologi.

“Pemerintah harus menjadi motor penggerak. Diversifikasi bahan baku dan dukungan riset harus segera dijalankan agar transisi energi tidak hanya jadi wacana,” lanjutnya.  

Dari sisi lingkungan, Agus Purwadi, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), melihat biofuel sebagai inovasi yang membawa banyak keunggulan, termasuk pengurangan emisi dan efisiensi mesin yang lebih baik.  

“Biofuel punya potensi besar menurunkan emisi karbon dan meningkatkan performa kendaraan,” ujar Agus melalui sambungan telepon.  

Ia menjelaskan bahwa proses pembakaran biofuel yang lebih bersih dapat membantu mesin bekerja lebih optimal. Meskipun pada kadar tertentu diperlukan penyesuaian teknis, banyak produsen otomotif telah mengantisipasi hal ini.  

“Di Indonesia, beberapa perusahaan otomotif sudah memproduksi flexy engine yang kompatibel dengan biofuel, bahkan diekspor ke negara seperti Brasil yang agresif memanfaatkan bahan bakar nabati,” kata Agus.  

Agus juga menyoroti pentingnya pengelolaan pasokan biofuel secara berkelanjutan agar tidak mengganggu ketersediaan pangan. Menurutnya, teknologi mesin modern saat ini sudah cukup siap untuk menggunakan bahan bakar nabati.  

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved