Ketua IAI DIY Terpilih Langsung Ingatkan Arsitek Jangan Asal Ambil Proyek di KCB dan Sumbu Filosofi

Yogyakarta sudah punya Perda dan Pergub yang mengatur tentang arsitektur bercirikan Yogyakarta. Ini harus dikawal.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
ARSITEK: Erlangga Winoto, yang terpilih menjadi Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DIY untuk periode 2025 - 2028. 

TRIBUNJOGJA.COM - Sosok Erlangga Winoto terpilih menjadi Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DIY 2025 - 2028 lewat Musyawarah Provinsi (Musprov) XI, yang bergulir Sabtu (24/5/25).

Pria yang akrab disapa Erwin itu pun menegaskan komitmennya untuk mengawal nilai-nilai local wisdom yang diterapkan dalam proses pembangunan, sebagai bagian dari keistimewaan DIY.

Dijelaskan, amanat undang-undang yang mengatur arsitek di masing-masing provinsi harus memiliki lisensi untuk memperkaya pemahaman soal kearifan lokal sangat relevan di Yogyakarta.

Ia pun mengungkapkan, di DIY saat ini terdapat lebih kurang 314 anggota IAI yang legal dan ber-STRA, serta 108 arsitek yang sudah berlisensi Yogyakarta.

"Yogyakarta sudah punya Perda dan Pergub yang mengatur tentang arsitektur bercirikan Yogyakarta. Ini harus dikawal. Salah satu ujung tombaknya adalah arsitek," katanya, Minggu (25/5/25).

Bukan tanpa alasan, dalam rangkaian proses perizinan bangunan gedung, termasuk di area sumbu filosofi dan kawasan cagar budaya, penanggungjawab dokumennya adalah arsitek yang memegang lisensi.

Misalnya, ketika ada perencanaan di kawasan cagar budaya Kotagede, Kraton, Pakualaman, Kotabaru, mereka harus maju dulu ke Dewan Warisan Budaya Kota Yogyakarta.

"Sering terjadi klien ngga paham. Sudah beli (lahan), investasi, tapi ternyata permintaannya ngga relate sama aturan. Nah, ini perlu disosialisasikan ke calon-calon investor," terangnya.

Alhasil, lisensi menjadi sangat relevan dan urgent, karena ketika arsitek bertemu klien, mereka harus melihat aturan tata ruangnya lebih dulu sebelum menerima proyek. 

Sebab, di KCB dan area sumbu filosofi, sudah ada guide line dalam ketentuan pemanfaatan tata ruang, di mana yang paling utama adalah terkait peruntukan lahan.

"Contoh, di sana boleh tidak untuk dibangun hotel. Kalau tidak boleh, ya kita sampaikan. Tidak boleh asal menerima. Ngga bisa asal dapat duit, terus hajar begitu," tegasnya.

"Bagi arsitek yang berlisensi, jelas ada konsekuensinya, otomatis, bisa sampai pencabutan lisensi. Di asosiasi profesi kan ada dewan etiknya," imbuh Erwin. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved