Blokir Sertifikat Guru Honorer Korban Mafia Tanah di Sleman Dibuka, Ini Klarifikasi BPN DIY

Kepala Kanwil BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, menegaskan pembukaan blokir oleh Kantor Pertanahan Sleman telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Dok.Istimewa
ILUSTRASI Sertifikat tanah 

“Saya dikasih uang Rp1 juta sebagai uang tanda jadi. Tapi sertifikat tanah saya diminta mereka, katanya buat jaminan,” kata Evi, Senin (12/5/2025).

Belakangan diketahui, Evi telah menandatangani dokumen tanpa sempat membaca isinya secara menyeluruh.

Dokumen tersebut ternyata digunakan untuk pengalihan hak milik kepada Sujatmoko yang kemudian mengagunkan tanah itu ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Berlian Bumi Arta senilai Rp 300 juta.

“Saya kaget. Saya lalu coba konfirmasi ke Suharyati. Saya datangi tempat usahanya, tapi tidak ketemu. Suami saya kemudian kroscek ke BPN, ternyata benar, sertifikat sudah beralih atas nama Sujatmoko,” ujarnya.

Pasangan ini melapor ke Polresta Sleman pada 1 Juni 2012. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Suharyati dan Sujatmoko.

Suharyati divonis sembilan bulan penjara, sedangkan Sujatmoko hingga kini masih buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

Tak berhenti di situ, Hedi dan Evi juga menggugat perdata ke Pengadilan Negeri Sleman pada 2015.

Mereka menuntut pembatalan akta jual beli dan menuntut ganti rugi kepada pihak-pihak yang terlibat, termasuk notaris, BPN, KPKNL, dan BPR. Namun, proses hukum tersebut menghadapi kendala, termasuk pengunduran diri kuasa hukum mereka di tengah proses.

Ironisnya, meskipun tanah dalam perkara telah diblokir, properti tersebut tetap dilelang dan kini beralih kepemilikan atas nama Rochmad Zanu Aryanto, yang diduga merupakan pejabat.

Hedi mengaku telah berulang kali menanyakan perkembangan kasus ke kepolisian. Namun, pada tahun 2020, berkas penyidikan kasus Sujatmoko dikabarkan hilang.

Karena merasa dipermainkan, Hedi melaporkan ke Divisi Propam dan Irwasda Polda DIY pada 2023.

Upaya keadilan terus dilanjutkan. Pada November 2024, Hedi dan keluarga mengadukan kasusnya ke Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian ATR/BPN, dan Sekretariat Wakil Presiden. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut.

“Saya bertarung sendiri melawan mafia tanah. Sangat berat. Anak-anak saya terlantar. Tidak ada yang membantu saya,” ujar Hedi.

Ia juga sempat melapor ke Krimsus Polda DIY terkait dugaan dokumen fiktif, namun penyelidikan dihentikan.

Surat juga telah dikirimkan dua kali ke Komisi III DPR RI, memohon bantuan atas nasibnya yang terzalimi.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved