Mafia Tanah di Sleman
Guru Honorer di Sleman Jadi Korban Dugaan Mafia Tanah, Menangis 12 Tahun Berjuang Minta Keadilan
Guru honorer di Sleman itu terancam kehilangan rumah dan tanah karena digelapkan dan sertifikatnya kini berganti kepemilikan
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Hedi Nudiman mengusap matanya. Ia tak kuasa menahan tangis saat bercerita nasib pilu keluarganya, berjuang mencari keadilan karena menjadi korban dugaan mafia tanah.
Segala upaya telah ditempuh selama 12 tahun. Menguras batin, tenaga, uang dan waktu tetapi belum juga berhasil.
Guru honorer berikut istri dan ketiga anaknya itu terancam kehilangan tempat tinggal karena rumah beserta tanah seluas 1.474 meter persegi di Dusun Paten, RT 4 RW 5, Tridadi, Kabupaten Sleman, digelapkan dan sertifikatnya kini berganti kepemilikan orang lain.
Sebelum Hedi sang guru honorer ini buka suara soal dugaan Mafia Tanah di Sleman yang dialaminya, kasus serupa yang dialami Mbah Tupon di Bantul, lebih dulu mencuat dan kini menjadi atensi publik.
Awal mula

Evi Fatimah, istri Hedi Nudiman, bercerita, sertifikat tanah miliknya bisa berganti nama bermula ketika dirinya bertemu dengan Suharyati dan Sujatmoko.
Dua orang itu merupakan Ibu dan anak, yang ingin mengontrak rumah warisan orangtuanya untuk keperluan usaha konveksi di tahun 2011.
Harga sewa menyewa disepakati Rp25 juta rupiah per lima tahun. Saat itu, karena butuh penghasilan tambahan, Ia menyepakatinya.
"Saya dikasih uang Rp1 juta rupiah sebagai uang tanda jadi. Tapi sertifikat tanah saya diminta mereka, katanya buat jaminan," kata Evi, Senin (12/5/2025)
Semula Evi tidak menaruh curiga.
Dibawa ke notaris
Tetapi, berjalan waktu, Ia dibawa oleh ibu dan anak tersebut ke kantor seorang notaris di wilayah Kelurahan Tirtomartani, Kalasan, dengan dalih untuk mengurus pengesahan surat sewa menyewa mengontrak rumah.
Evi membubuhkan tanda tangan karena katanya hanya perjanjian sewa menyewa biasa.
Anehnya, Evi mengaku tidak diberi kesempatan untuk membaca lengkap isi surat tersebut.
Surat hanya dibacakan sekali oleh staf notaris, tanpa ia tahu maksud dan tujuannya.
"Saya waktu itu bingung. Tapi Bu Suharyati itu bilang sambil menepuk punggung saya, sertifikatmu tidak saya apa-apakan," ujar Evi, menirukan ucapan Ibu tersebut.
Setelah perjanjian itu, Evi seharusnya mendapatkan hak-nya Rp 25 juta rupiah untuk sewa rumah lima tahun.
Akan tetapi pembayaran uang sewa ternyata dicicil. Mulai dari Agustus hingga Desember 2011. Itu pun tidak keseluruhan.
Total uang yang diterima Evi hanya Rp 23,5 juta rupiah.
Evi tak ambil pusing soal itu.
Sertifikat tanah beralih nama
Tapi yang membuat Ia dan suaminya, Hedi Nudiman pusing adalah, ketika petugas Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Berlian Bumi Arta bulan Mei 2012 tiba-tiba datang menagih utang.
Ternyata, tanah miliknya sudah berganti nama kepemilikan menjadi Sujatmoko dan telah diagunkan senilai Rp 300 juta rupiah.
"Saya kaget. Saya lalu coba konfirmasi ke Suharyati. Saya datangi tempat usahanya, tapi tidak ketemu. Suami saya kemudian kroscek ke BPN ternyata benar, sertifikat sudah beralih atas nama Sujatmoko," ujar dia.
Lapor Polres Sleman
Tanggal 1 Juni 2012, Evi dan suaminya membuat laporan di Polresta Sleman atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Laporan tersebut telah ditindaklanjuti dan menetapkan dua orang sebagai tersangka yaitu Suharyati dan Sujatmoko.
Suharyati divonis 9 bulan penjara, karena dinyatakan bersalah turut serta membantu melakukan penipuan dan penggelapan dengan tersangka utama anaknya, Sujatmoko.
Tersangka Sujatmoko hingga saat ini masih buron dan ditetapkan sebagai DPO.
Gugat perdata
Hedi dan istrinya, demi mencari keadilan juga menggugat perdata ke PN Sleman di tahun 2015, terkait pembatalan surat kuasa menjual akta jual beli perjanjian kredit dan dasar perbuatan melawan hukum dan ganti kerugian.
Pihak yang digugat, mulai dari notaris, Sujatmoko, BPN, KPKNL hingga petugas BPR Berlian Bumi Arta.
Awalnya gugatan tersebut didampingi pengacara, namun pengacara tiba-tiba mengundurkan diri, setelah Hedi enggan menyerahkan dokumen putusan pengadilan yang ternyata pemberkasannya ada kekeliruan.
Kasus ini lalu mengendap cukup lama.
Tersangka Sujatmoko tak kunjung ditemukan.
Tanah tetap dilelang
Bahkan, kasus semakin pelik ketika tanah dalam perkara yang telah diblokir ternyata tetap dilelang dan berganti kepemilikan menjadi milik Rochmad Zanu Aryanto.
Ia diduga merupakan seorang pejabat.
Hedi Nudiman mengaku sudah berulang kali menanyakan perkembangan kasus tersebut di Kepolisian.
Akan tetapi, di tahun 2020, kata dia, berkas kasus penyidikan untuk tersangka Sujatmoko dikatakan hilang.
Karena merasa dipermainkan dan laporannya tidak berjalan semestinya, pihaknya melaporkan kasus tersebut tahun 2023 ke Propam Paminal Polda DIY dan Irwasda karena dinilai tidak profesional.
"Namun sekarang belum tidak ada tindak lanjut. Pada November 2024, kami juga mencari keadilan ke Jakarta. Membuat laporan ke Mabes Polri, Kejagung, Kementerian BPN, dan mengadu ke Sekretariat Wapres. Tapi belum ada tindak lanjut," katanya.
Lawan mafia tanah

Meski belum ada kabar gembira, Hedi dan Istrinya terus melakukan upaya perlawanan, terhadap para mafia tanah yang telah merenggut haknya.
Hedi mengaku pernah berupaya melapor ke Krimsus Polda DIY terkait dugaan dokumen fiktif, karena KTP yang digunakan Suharyati untuk mengajukan kredit perbankan diduga fiktif.
Namun laporan tersebut dihentikan penyidikannya.
Hedi tak patah arang. Ia juga telah melapor ke Satgas Mafia Tanah di Jakarta. Lalu dua kali bersurat ke Komisi III DPR-RI untuk meminta pertolongan.
"Saya bertarung sendiri melawan Mafia Tanah. Sangat berat. Anak-anak saya terlantar. Tidak ada yang membantu saya. Anak saya terlantar, sampai tidak bisa membelikan susu. Karena melawan mafia tanah terintimidasi batin dan pikiran saya. Tolong, untuk komisi III DPR RI untuk membantu saya. Saya tertindas," ujar Hedi, sambil menangis.
Kasatreskrim Polres Sleman
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Rizki Adrian mengatakan, dalam perkara yang menimpa Hedi dan Evi, pihaknya menangani kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Dalam perkara tersebut, penyidik telah menetapkan 2 tersangka. Satu tersangka sudah diserahkan penyidik ke JPU dan telah inkrah.
Sedangkan satu tersangka lagi telah kami lakukan pencarian dan juga telah DPO.
"Iya, DPO inisial SU. Untuk berkas tetap jalan, jika pelaku ketangkap akan kami proses," kata Adrian.
Menurut dia, untuk kasus penipuannya, sudah sangat jelas.
"Karena kan 1 pelaku sudah inkrah dan telah menjalani hukumannya. Artinya terbukti perbuatannya," imbuh dia. (*)
Mafia Tanah di Sleman
guru honorer
Mafia Tanah
Mafia Tanah di Bantul
Polresta Sleman
Hedi Nudiman
Sertifikat Tanah
Sleman
notaris
Menteri ATR/BPN
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL
Tridadi
Polda DIY
Tribunjogja.com
Putri Korban Dugaan Mafia Tanah di Sleman Berharap Perlindungan Hukum dari Presiden |
![]() |
---|
Lansia Buta Huruf di Sleman Kehilangan Sawah, Diduga Korban Mafia Tanah |
![]() |
---|
BARU TERUNGKAP! Ternyata Blokir Sertifikat Tanah Sengketa oleh BPN Hanya Berlaku 30 Hari |
![]() |
---|
Guru Honorer Korban Mafia Tanah Wadul ke Bupati Sleman, Cerita Takut Diusir dari Rumah |
![]() |
---|
FAKTA-FAKTA Perjuangan Hedi Nudiman Melawan Mafia Tanah di Sleman: Dipermainkan, Batin Terkuras |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.