Ekonom UGM: Wacana Vasektomi sebagai Syarat Bansos Diskriminatif

Menurutnya, pendekatan tersebut justru berisiko menimbulkan diskriminasi dan ketidakadilan sosial.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
zoom-inlihat foto Ekonom UGM: Wacana Vasektomi sebagai Syarat Bansos Diskriminatif
Istimewa
ilustrasi KB. Ekonom UGM mengritisi wacana vasektomi sebagai syarat bansos. Di sisi lain, Pakar UGM menyarankan agar pemerintah menghidupkan kembali program Keluarga Berencana (KB) yang bersifat sukarela seperti di era Orde Baru.

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memiliki rencana untuk menjadikan program vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos).

Wacana ini menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Ekonom dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Wisnu Setiadi Nugroho, Ph.D, menilai wacana menjadikan vasektomi sebagai persyaratan menerima bansos kurang tepat, meskipun memiliki niat baik. 

Menurutnya, pendekatan tersebut justru berisiko menimbulkan diskriminasi dan ketidakadilan sosial.

Sementara masih banyak alternatif lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemiskinan. 

“Anak lebih sedikit memang akan mengurangi kemiskinan karena pembagi resource rumah tangga berkurang. Namun, banyak alternatif lain untuk mengurangi kemiskinan itu,” jelasnya, Selasa (6/5/2025)

Wisnu menyampaikan bahwa kelompok keluarga miskin cenderung memiliki anggota rumah tangga lebih banyak dibanding kelas menengah atas.

Hanya saja menjadikan vasektomi sebagai syarat menerima bansos adalah kebijakan yang terlalu ekstrem, berisiko sosial, bahkan menimbulkan kesan pemaksaan terhadap kelompok rentan. 

“Niatnya mau membantu, tapi malah jadi eksklusivitas dalam sistem bantuan sosial. Padahal seharusnya kebijakannya inklusif dan berkeadilan,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Wisnu mengatakan bahwa jika kebijakan ini diimplementasikan dikhawatirkan narasi yang akan berkembang akan menjadi diskriminatif dan koersif.

Kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap program bansos dan program pemerintah lainnya ke depan.

Wisnu menyarankan agar pemerintah menghidupkan kembali program Keluarga Berencana (KB) yang bersifat sukarela seperti di era Orde Baru.

Ia menyebut pendekatan tersebut terbukti berhasil menurunkan angka kelahiran tanpa paksaan. 

Banyak negara yang menggunakan pendekatan tidak langsung dalam menekan populasi penduduknya.

Misalnya, di Amerika Serikat dan United Kingdom yang menerapkan kebijakan pembatasan tempat tinggal yang menyesuaikan jumlah kamar dengan jumlah penghuni.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved