Curahan Hati Perantau di Yogyakarta, Sulitnya Cari Kerja Mapan Meski Telah Menyandang Gelar Sarjana

Meskipun sudah menyandang gelar Sarjana, tetapi peluang mendapat pekerjaan yang tetap nyatanya masih sulit didapat.

|
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Istimewa
ILUSTRASI - Wawancara Kerja 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Anak-anak muda usia angkatan kerja tidak selalu mendapatkan peluang menjanjikan untuk bekerja di bidang yang diinginkan. 

Meskipun sudah menyandang gelar Sarjana, tetapi peluang mendapat pekerjaan yang tetap nyatanya masih sulit didapat. 

Hal itu dirasakan Rio Anfes. Pemuda 27 tahun, asal Palembang yang kini merantau di Yogyakarta. 

Tiga tahun lalu, tepatnya 2023, Ia menyelesaikan pendidikan strata S1 di sebuah kampus negeri di Yogyakarta.

Harapan tinggi digantungkan di kota pendidikan ini.

Selepas wisuda, menyandang gelar sarjana, ia berharap karirnya cemerlang dengan mendapat pekerjaan mapan di kota yang dikenal romantis. Namun, hal itu ternyata sulit. 

"Saking banyaknya angkatan kerja. Jadi yang dibutuhkan sedikit, yang ngelamar banyak," kata Rio, kamis (1/5/2025). 

Selama ini ia menekuni di bidang digital marketing.

Beberapa ketrampilan yang dimiliki seperti advertising, konten planner, SEO, management web hingga riset trend.

Bidang yang ditekuni sebenarnya cukup menjanjikan dan mempunyai peluang masa kini.

Namun skill yang dimiliki belum cukup mengantarkan dirinya mempunyai pekerjaan tetap. 

Baca juga: Angka Pengangguran di Indonesia Tertinggi se-ASEAN, Dosen Hukum UGM: Industrialisasi Harus Didorong

Kini, pemuda yang indekos di Jalan Kaliurang ini menggatungkan kerja freelance untuk mencukupi kebutuhan.

Pekerjaan tidak tetap ini diambil dengan sejumlah pertimbangan.

Selain karena belum memiliki pekerjaan tetap, agar mendapat penghasilan, sekaligus mengasah kemampuannya agar bisa berkembang. 

"Kalau hanya pasif, berdiam diri kan pasti tidak berkembang. Jadi, sekarang harus aktif nyari proyekan. Apa yang bisa digarap ya digarap. Tapi biasanya tidak terikat. Misalnya sebulan atau dua bulan," kata dia. 

Di usia yang hampir menginjak 30 tahun, Rio menyadari peluang untuk mendapatkan pekerjaan tetap yang diinginkan, semakin sulit terwujud.

Apalagi usia tak lagi muda, sedangkan beban tanggungjawab semakin tinggi.

Ditambah kenyataan bahwa rata-rata gaji pekerja di kota Yogyakarta terbilang rendah. 

Sekarang Rio memilih bekerja apa saja, meskipun di sektor informal.

Di samping itu, ia juga berupaya mencari tambahan penghasilan melalui optimalisasi platform media sosial.

Media sosial dimanfaatkan sebaik mungkin untuk publikasi konten agar bisa menjadi aset digital. 

"Sekarang berusaha mulai mengandalkan digital aset dari pada diam tidak melakukan apapun sama sekali,"katanya. 

Diketahui, Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara Asia Tenggara pada tahun 2024.

Merujuk berdasarkan data dari IMF, Indonesia memiliki persentase tingkat pengangguran tertinggi per April 2024 dibandingkan enam negara yang tergabung dalam ASEAN.

Myanmar, Kamboja, dan Laos dikecualikan dari daftar tersebut karena tidak ada data yang tersedia. 

Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran mencapai 5,2 persen per April 2024.

Bila dibandingkan tahun sebelumnya, angka pengangguran itu hanya turun 0,1 persen dari 5,3 persen pada 2023. 

 Sementara seluruh penduduk Indonesia, terdiri dari angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja, diketahui sebanyak 279,96 juta orang.

Angka pengangguran Filipina pada 2024 berada di bawah Indonesia dengan 5,1 persen dari total penduduk 114,16 juta orang.   

Kemudian, tingkat pengangguran Malaysia ada 3,5 persen, Vietnam 2,1 persen, Singapura 1,9 persen, dan Thailand 1,1 persen.

Keempat negara yang disebut terakhir bahkan memiliki angka pengangguran lebih rendah daripada Amerika Serikat (4 persen) dan Inggris (4,2 persen). (rif/kompas.com) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved