Peluang Ukraina Gabung NATO Sangat Tipis, Ini Penyebabnya
Peluang Ukraina untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sangat tipis.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, WASHINGTON DC — Peluang Ukraina untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sangat tipis.
Hal itu disampaikan oleh Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Rusia dan Ukraina, Keith Kellogg.
Menurutnya, peluang Ukraina untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kini sudah tidak lagi menjadi pertimbangan.
"NATO tidak akan dibahas (dalam perudingan damai Rusia-Ukraina di London). Ukraina tidak akan menjadi bagian dari NATO. Itu bukan hal yang baru. Kita telah membicarakannya sejak 2008,” ujar Kellogg dalam wawancara dengan Fox and Friends Weekend, Minggu (20/4/2025) seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Sebelumnya, dalam pertimbangan diplomatik menyatakan memasukan Ukraina ke NATO akan memicu ketegangan besar dengan Rusia.
Baca juga: Alasan Trump Minta Kesepakatan Damai Ukraina-Rusia Tercapai Pekan Ini
Di sisi lain, Presiden Donald Trump untuk mendorong gencatan senjata di Ukraina dan menyusun kesepakatan damai menyeluruh.
Upaya damai Rusia dan Ukraina ini terus dilakukan. Sebelumnya, perwakilan AS bersama mitra Eropa dan Ukraina telah bertemu di Paris pekan lalu.
Sementara itu, pertemuan lanjutan dijadwalkan akan digelar di London pekan ini.
Kellogg mengungkapkan bahwa tim AS telah menyampaikan term sheet atau rancangan peta jalan menuju perdamaian kepada pemerintah Ukraina, yang akan dibahas ulang dalam pertemuan berikutnya.
Setelah itu, Rusia akan diminta memberikan versi mereka untuk kemudian dicocokkan dalam negosiasi lanjutan.
"Kami berbicara tentang melanjutkan gencatan senjata yang potensial dalam waktu dekat. Itulah alasan kami kembali ke London minggu ini untuk benar-benar menyelesaikannya. Saya pikir ada peluang yang luar biasa,” ucap Kellogg.
Salah satu elemen penting dalam proses ini adalah kesepakatan ekonomi terkait mineral, di mana menjadi salah satu solusi atas perdamaian yang diusulkan AS.
Ia juga menyebut gencatan senjata yang diupayakan bersifat komprehensif,meliputi darat, laut, udara, dan sektor industri, selama 30 hari sebagai langkah awal menuju perjanjian damai permanen.
“Presiden Trump telah menghabiskan lebih dari 90 hari untuk menyelesaikan perang ini, perang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, lebih dari yang mereka lakukan dalam 900 hari sebelumnya. Dan dia mengarahkan perang ini ke sebuah solusi,” ujar Kellogg.
“Saya pikir kami punya solusi yang cukup bagus. Kesepakatan mineral adalah salah satunya, dan juga gencatan senjata yang sangat komprehensif,” imbuhnya.
Dengan banyak krisis global yang perlu ditangani, Kellogg menekankan bahwa AS ingin segera menyelesaikan konflik di Ukraina.
“Kita sudah lelah. Dunia punya terlalu banyak masalah, dan perang ini berlangsung terlalu lama,” pungkasnya. (*)
Siapa Indroyono Soesilo yang Dilantik Prabowo Sebagai Dubes RI untuk AS, Apa Latar Belakangnya? |
![]() |
---|
Pecatan TNI AL yang Gabung dengan Militer Rusia Terluka Dalam Serangan Drone Kamikaze |
![]() |
---|
Tarif Trump 19 Persen Sudah Berlaku, Ekspor Tekstil Masih Aman Tapi Kerajinan Agak Terpengaruh |
![]() |
---|
AS dan China Perpanjang Gencatan Tarif hingga November, Negosiasi Berlanjut |
![]() |
---|
India Tangguhkan Pembelian Senjata dan Pesawat dari AS, Ini Penyebabnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.