Cerita Dirman Ikut Kremasi Bhante Win di Bukit Dagi Borobudur, Bertepatan dengan Gempa Bantul 2006
Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana saat itu langit Bukit Dagi tampak mendung dan hujan mulai turun ketika proses kremasi dimulai.
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Muhammad Fatoni
Kremasi itu menggunakan kayu cendana, yang terkenal karena aromanya yang wangi ketika dibakar.
Menurut Dirman, satu meter kayu cendana harganya fantastis, bisa mencapai Rp30 juta.
“Bentuknya kecil-kecil kayak blabak. Tapi wanginya khas, beda sama kayu biasa,” imbuhnya.
Proses kremasi terbuka seperti itu, lanjut Dirman, sangat bergantung pada penerimaan masyarakat sekitar.
Jika warga ikhlas, maka prosesi bisa berjalan. Jika tidak, ya tidak bisa dipaksakan.
“Waktu itu ada enam orang yang ikut dalam prosesi, termasuk biksu-biksu dari luar negeri, ada yang dari India. Komplit itu,” ucapnya.
Dirman sendiri sudah terlibat dalam proses kremasi sejak 1991.
Ia kerap diminta bantuan untuk berbagai prosesi kremasi, baik di Yogyakarta maupun di tempat-tempat lain.
“Kalau di krematorium sekarang cuma dua jam pakai diesel, selesai,” ujarnya. (*)
Kisah Pedagang Klithikan, dari Seniman ke Rongsok Mencari Makna Tanpa Ambisi |
![]() |
---|
Kisah Driver Ojek Online Penyandang Disabilitas Tuli di Yogyakarta |
![]() |
---|
Pemilik Sarana Hunian Pariwisata Borobudur dan Mungkid Ikuti Pelatihan Hospitality BPOB |
![]() |
---|
InJourney Gandeng GlobalTix, Candi Borobudur Terkoneksi ke 12 Ribu Agen Perjalanan Dunia |
![]() |
---|
Resign dari Supervisor Kebun Sawit, Pilih Pulang Jadi Penggerak Petani Jamur Kulon Progo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.