Menjaga Keaslian Rasa, Membawa Identitas Jogja Lewat Mie Lethek

Mie legendaris yang dulu akrab dengan kemasan plastik sederhana berikat karet, kini tampil dalam kemasan menarik

Tribun Jogja/ Hanif Suryo
Rembag Kaistimewan bertajuk Mie Lethek: Kuliner Legendaris Khas Bantul, Kamis (17/4/2025). 

Menurut Siwi, ruang yang dibangun akan menjadi wadah produksi, promosi, pelatihan, hingga pendampingan.

“Kita bicara SDM UMKM, petani bahan baku, rantai pasok. Semuanya butuh tempat untuk saling terhubung. Karena di dunia usaha, tempat adalah kunci keberlanjutan.”

Terpisah, Ketua Rumah Produksi Mie Lethek jenama Yumurti,  Lastri dan Manager Promosi, Rizky, sepakat bahwa mie lethek bukan hanya produk, tapi kebanggaan yang perlu dikemas ulang agar tetap relevan.

“Dulu kemasan mie lethek itu sederhana, hanya plastik diikat karet. Sekarang kami buat lebih menarik, praktis, dan siap saji. Bahkan lengkap dengan bumbu khas Trimurti,” terang Lastri.

“Kami ingin orang bisa memasak mie lethek di mana saja, tapi tetap dapat rasa autentik Trimurti,” lanjutnya.

Sementara itu, Rizky menyoroti potensi mie lethek sebagai oleh-oleh.

“Target utama kami itu orang Jogja yang merantau. Mereka pasti kangen rasa Jogja. Kami ingin mie lethek bisa dibawa ke mana saja—bahkan ke luar negeri.”

Ia menyebut pengiriman sudah dilakukan ke Makassar, Berau (Kalimantan), dan bahkan Taiwan.

“Saudaranya pulang kampung, terus pas balik ke Taiwan bawa mie lethek. Katanya biar nggak terlalu kangen rumah,” katanya.

Lurah Trimurti,  Agus Purwaka, S.T.,  punya cara tersendiri memaknai mie lethek. Ia menceritakan eksperimen dari perguruan tinggi yang mencoba mengganti sapi dengan mesin dalam proses produksi.

“Hasilnya ternyata nggak jauh beda, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Tapi ya tetap kami pilih sapi. Soalnya selain tradisi, itu jadi daya tarik wisata juga,” ucapnya.

Menurut Agus, keberadaan sapi membuat wisatawan, termasuk asing, tertarik datang langsung melihat prosesnya.

Lebih dari itu, Trimurti kini menyandang status Kalurahan Mandiri Budaya, hasil kerja panjang sejak 2022.

“Kami bentuk tim di Desapreneur, anak-anak muda dilibatkan. Dari pelatihan hingga pengembangan potensi lokal,” katanya.

Dana BKK senilai Rp 1 miliar pun berhasil didapat pada tahun pertama program. Agus mengaku bersyukur atas dukungan Pemda DIY, khususnya Paniradya Kaistimewaan dan Dinas Koperasi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved