Prodi Ilkom UMY: Intimidasi pada Redaksi Tempo Melukai Demokrasi

Intimidasi hingga kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak pernah diusut tuntas dalam kerangka menegakkan keadilan dan demokrasi.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Istimewa
ILUSTRASI - Stop Intimidasi dan kekerasan terhadap Jurnalis 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Redaksi Tempo diteror paket misterius berisi kepala babi pada Rabu (19/3/2025) sore.

Paket itu ditujukan untuk jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik sekaligus pembawa acara siniar Bocor Alus Politik.

Kronologinya, paket itu diantar oleh seorang pria yang mengendarai sepeda motor, berjaket hitam dan mengenakan helm ojek online.

Begitu sampai di gerbang, paket tanpa identitas pengirim itu diserahkan dalam kondisi terbungkus rapi dan tidak memunculkan kecurigaan apapun.

Tim pengaman Tempo yang menerima paket itu juga tidak mencium bau.

Esoknya, Kamis (20/3/2025) sore, Cica, sapaan akrab Francisca, yang baru saja selesai liputan mendapat informasi ia mendapatkan sebuah paket.

Cica pun membawa kardus itu ke lantai empat.

Hussein Abri Dongoran, rekan jurnalis Cica, yang juga berada di tempat turut melihat proses pembukaan itu dan mencium bau menyengat.

Saat plastik hitam itu terbuka, tampak kepala babi dengan dua telinga dipotong.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Unversitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Fajar Junaedi, M.Si menilai teror kepala babi itu menjadi bagian dari represi terhadap media.

Ia mengatakan, media merupakan entitas yang penting sekaligus sebagai kekuatan keempat untuk mengawal pelaksanaan demokrasi dalam sebuah negara. 

“Oleh karena itu, kondisi-kondisi yang merepresi media termasuk jurnalis tidak bisa dilihat sebagai situasi yang insidental belaka dan sangat tidak dibenarkan,” ujar Fajar, Jumat (21/3/2025).

Baca juga: Aksi Tolak RUU TNI di Yogyakarta Diwarnai Kericuhan, Sri Sultan HB X Mengaku Prihatin

Dia mengungkap, tindakan represi terhadap media, tidak hanya mengancam kemerdekaan pers namun juga melukai demokrasi.

Jika situasi ini dibiarkan terus maka akan menjadi preseden buruk tidak hanya bagi media namun juga seluruh bangsa Indonesia.

“Untuk itulah, kami sebagai akademisi Ilmu Komunikasi yang concern terhadap kelangsungan demokrasi di Indonesia termasuk ruang bermedia dan kebebasan berpendapat melihat bahwa pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo adalah hal yang tidak bisa dibiarkan begitu saja,” bebernya.

Hal tersebut, kata Fajar, adalah ancaman terbuka bagi media dalam melakukan aktivitas jurnalisme yang seharusnya bisa dilakukan dengan aman tanpa tekanan dari pihak manapun. 

Aktivitas jurnalistik dilindungi UU Pers No 40 tahun 1999 sehingga harus bebas dari teror dan intimidasi dari pihak manapun.

Hal lain yang juga meresahkan adalah adanya fakta bahwa ancaman terbuka kepada jurnalis Tempo ini bukanlah yang pertama kali. 

Beberapa waktu lalu, Hussein Abri Dongoran juga mendapatkan intimidasi yang dilakukan oleh pihak tak dikenal berupa pelemparan batu ke arah mobil sehingga mengakibatkan kerusakan. 

Data AJI juga menunjukkan bahwa kekerasan kepada wartawan sepanjang tahun 2024 tercatat 73 kasus mulai dari kekerasan fisik hingga non-fisik. 

Bahkan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak pernah diusut tuntas dalam kerangka menegakkan keadilan dan demokrasi.

“Artinya, vakumnya intervensi pihak berwajib dalam penanganan kasus intimidasi kepada jurnalis sangat berpeluang membuat kasus serupa terjadi di masa mendatang,” tambah dia.

Atas dasar itulah maka, Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi (Ilkom) UMY menyampaikan lima poin pernyataan sikap sebagai berikut:

1. Mengutuk keras intimidasi yang dilakukan pada redaksi Tempo berupa pengiriman kepala babi yang secara khusus ditujukan kepada salah satu wartawan Tempo dan host siniar Bocor Alus Politik (BAP) Francisca Christy Rosana

2. Menegaskan sikap bahwa Prodi Ilkom UMY bersama Tempo dan mendukung penuh aktivitas jurnalisme Tempo yang berpihak kepada kepentingan publik dan memberikan ruang kepada kelompok lemah untuk ‘bersuara’ melalui pemberitaan media

3. Menyerukan kepada pihak berwajib untuk lebih proaktif dalam menangani dan menuntaskan kasus-kasus intimidasi kepada media serta jurnalis agar ruang aman bagi jurnalisme Indonesia tercipta sepenuhnya.

4. Mendukung media untuk senantiasa melakukan kerja jurnalistik yang independen, objektif dan profesional sebagai wujud pilar keempat demokrasi dengan terus melakukan pengawasan kepada lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif melalui pemberitaan

5. Mengajak masyarakat untuk terus mendukung dan mengkonsumsi karya jurnalistik berkualitas demi menciptakan suasana bisnis media yang kompetitif, sehat dan berpihak pada kepentingan publik termasuk kelompok marginal dan rentan serta upaya-upaya penegakan demokrasi.

“Pernyataan sikap ini merupakan bentuk tanggung-jawab moral dan akademis kami atas kesadaran pentingnya menjaga media yang bebas dari tekanan,” ungkapnya.

Bangsa ini, dengan berbagai krisis dan gelombang protes yang ditujukan kepada elit politik, membutuhkan media yang dapat menyuarakan aspirasi publik serta memberikan tekanan kepada penguasa agar sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan check and balance,  menghargai kebebasan berpendapat dan akal sehat. 

“Media adalah salah satu medium bagi publik untuk mendapatkan informasi dan ruang diskursus yang penting agar akal sehat itu terus terjaga. Dengan demikian merawat media tetap independen dan objektif adalah tugas kita semua,” tukas Fajar. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved