Jelang Arus Mudik Lebaran, Pustral UGM Sebut Pemerintah Perlu Pantau Kondisi Jalan Rusak

Dengan jumlah pergerakan yang besar, terjadi kemungkinan berbagai persoalan tidak hanya kemacetan tetapi juga kecelakaan.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Dewi Rukmini
SIAP BEROPERASI - Gerbang Tol Prambanan di Desa Dompyongan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Jalur Tol Jogja-Solo segmen Prambanan-Klaten akan beroperasi 24 jam penuh dan gratis, 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Arus mudik Lebaran tahun 2025 ini diprediksi akan dimulai pada 19 Maret 2025.

Hal tersebut juga dipengaruhi adanya kebijakan mengenai Work From Anywhere untuk para ASN dan juga libur sekolah yang dimulai lebih awal.

Menurut survei dari Kementerian Perhubungan, pergerakan masyarakat selama libur lebaran diprediksi akan mencapai 148,48 juta jiwa atau setara dengan 52 persen jumlah penduduk Indonesia.

Dengan jumlah pergerakan yang besar, terjadi kemungkinan berbagai persoalan tidak hanya kemacetan tetapi juga kecelakaan.

Sekretaris Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr. Ir. Dewanti, M.S., mengungkapkan bahwa peran pemerintah penting dalam menanggulangi permasalahan kecelakaan ini tidak semakin besar.

Apabila dilihat dari sisi kecelakaan terdapat tigal hal yang harus disiapkan yaitu pada saat sebelum kejadian atau upaya preventif menghindari kecelakaan, pada saat kejadian, dan mitigasi setelah terjadi kecelakaan. 

Sebelum perjalanan tentu saja pemerintah harus menyiapkan sarana dan prasarananya.

Mulai dari menyiapkan jalan hingga transportasi yang akan digunakan. 

“Pemerintah sudah seharusnya memeriksa kondisi jalannya, perkerasan jalan, kemudian juga rambu atau pun mungkin marka jalan”, katanya. 

Selain itu, prasarana lain yang perlu ditinjau seperti jembatan dan kelayakan serta kelengkapan surat dari transportasi.

Baca juga: Strategi Pengelolaan Ketertiban Umum Mudik 2025, Begini Kata Polisi dan DPRD DIY

Ia menambahkan sarana juga penting untuk diperhatikan seperti pembuatan peraturan atau mungkin himbauan kepada perusahaan yang memberikan layanan untuk angkutan agar armada yang digunakan dalam kondisi yang baik.

Tidak kalah penting juga mengenai himbauan atau sosialisasi kepada masyarakat terkait pengaturan lalu lintas dan juga titik-titik rest area di jalan tol.

Dalam menanggulangi permasalahan kecelakaan pemerintah juga perlu mempersiapkan mengenai sistem yang akan digunakan apabila terjadi kecelakaan mulai dari proses identifikasi, evakuasi korban, pengaturan lalu lintas, dan juga komunikasi yang diperlukan oleh pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan.

Dewanti menambahkan bahwa penanganan setelah terjadi kecelakaan juga perlu dipersiapkan dengan baik.

Hal ini tidak jauh dari proses evakuasi dari korban kecelakaan untuk dapat segera dibawa ke pusat layanan kesehatan secepat mungkin.

“Jadi peran ambulans ini jadi sangat penting”, tegasnya. Kemudian hal lain yang tak kalah penting adalah mempersiapkan jalur khusus untuk ambulans atau pun skema pembukaan jalan sehingga korban dapat dibawa ke layanan fasilitas kesehatan.

“Jadi, nanti peran rumah sakit ini jadi penting, bagaimana menyiapkan rumah sakit di sepanjang jalur mudi ini perlu diinformasikan sehingga mempermudah proses evakuasi”, pungkasnya.

Di samping kecelakaan lalu lintas, kemacetan juga merupakan permasalahan yang muncul setiap tahun.

Rekayasa lalu lintas juga sering dilakukan pemerintah guna mengatasi permasalahan kemacetan pada musim mudik.

Pengaturan lalu lintas yang digunakan seperti One Way dan Contraflow di jalan tol yang mana sering terjadi kemacetan yang panjang.

Dalam hal ini, Dewanti menjelaskan bahwa penerapan rekayasa lalu lintas seperti One Way dan Contraflow perlu ditinjau ulang.

Hal tersebut karena jalan tol satu arah ini menyebabkan pergerakan dari arah yang berlawanan tidak dapat dilayani oleh tol sehingga mereka berpindah ke jalan non-tol.

Perpindahan tersebut menyebabkan pertambahan volume lalu lintas di jalan non-tol sehingga sangat rentan dengan terjadinya kemacetan. 

Selain itu, pemberlakuan contraflow juga perlu ditinjau ulang.

Contraflow biasanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu sehingga sering membuat orang tidak sadar tentang perubahan jalur dan seringkali menimbulkan kecelakaan.

Kemudian, dengan adanya contraflow ini juga seringkali menimbulkan persoalan ketika kendaraan akan berhenti atau menepi untuk istirahat.

Dewanti menyarankan untuk pemberlakuan contraflow sebaiknya jangan dalam ruas jalan yang panjang.

“Jadi sekali lagi kalau saya mengatakan pemberlakuan one way dan contraflow ini ya kalau dibilang efektif secara sistem jaringan jalan mungkin jadi kurang efektif ya. Tetapi kalau hanya melihat untuk kepentingan jalan tol ya masih bisa dikatakan bisa memberikan manfaat atau perbaikan pada saat puncak tertentu,” terangnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved