APA DAMPAK Jika Revisi UU TNI Disahkan? Pengamat Ingatkan Ancaman bagi Demokrasi

Menurut Bivitri, revisi UU TNI harus dikaji secara mendalam agar tidak mengarah pada pemerintahan yang bersifat militeristik. 

|
KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO
RESAH: Tiga Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan saat mencoba masuk ruang rapat Panja Revisi UU TNI DPR-RI dan Kemenhan di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM - Wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tengah menjadi sorotan. 

Para pengamat menilai perubahan aturan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang pernah menjadi kontroversi di masa lalu.

Dilansir Tribunjogja.com dari laman Kompas.com, pengamat hukum tata negara dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti, menegaskan bahwa revisi ini dapat membawa Indonesia kembali ke era dominasi militer dalam kehidupan sipil. 

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan yang memungkinkan prajurit aktif menempati posisi sipil di 16 kementerian dan lembaga negara.

"Ya, revisi UU TNI ini sangat berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Hal ini bisa berdampak pada peran militer yang meluas ke ranah politik dan birokrasi," ungkap Bivitri, Minggu (16/3/2025).

Potensi Penyimpangan dari UUD 1945

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak saat jumpa pers di Mabesad, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025).
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak saat jumpa pers di Mabesad, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025). (KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)

Menurut Bivitri, revisi UU TNI harus dikaji secara mendalam agar tidak mengarah pada pemerintahan yang bersifat militeristik. 

Ia menyoroti bahwa Pasal 30 UUD 1945 secara jelas mengatur bahwa TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan, bukan di sektor politik atau ekonomi.

"Jika prajurit aktif masuk ke jabatan sipil, maka akan muncul percampuran peran yang bisa merusak prinsip supremasi sipil dalam demokrasi," jelasnya.

Baca juga: Revisi UU TNI: Prajurit Aktif Kini Bisa Duduki Jabatan di 16 Kementerian dan Lembaga

Selain itu, revisi UU TNI juga mengusulkan perpanjangan usia pensiun prajurit hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, 60 tahun bagi perwira, serta 65 tahun bagi mereka yang menduduki jabatan fungsional. 

Hal ini memunculkan kekhawatiran akan dominasi militer yang semakin lama di dalam pemerintahan.

Kembali ke Pola Orde Baru?

Ilustrasi TNI AD
Ilustrasi TNI AD (rekrutmen-tni.mil.id)

Bivitri menambahkan bahwa salah satu bahaya utama dari kembalinya dwifungsi TNI adalah potensi meningkatnya tindakan represif terhadap masyarakat sipil. 

Sejarah mencatat bahwa di masa Orde Baru, militer tidak hanya bertugas dalam pertahanan negara tetapi juga memiliki peran dalam politik dan ekonomi, yang menyebabkan berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

"Tentara profesional harus kuat dalam pertahanan negara, bukan dalam politik dan ekonomi. Jika mereka masuk ke ranah sipil, risiko penggunaan kekerasan dalam kebijakan pemerintahan bisa meningkat," ujarnya.

Dalam sistem demokrasi, transparansi dan partisipasi masyarakat sangat penting. Namun, karakteristik militer yang tertutup dan cenderung tidak menerima kritik dinilai bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.

Dampak bagi Profesionalisme TNI

ilustrasi TNI
ilustrasi TNI (pinterest)

Masih dilansir dari laman Kompas.com, koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra, turut mengungkapkan keprihatinannya. 

Menurutnya, revisi UU TNI justru berpotensi melemahkan profesionalisme militer karena memperlebar peran TNI di luar sektor pertahanan.

"Perubahan ini akan mengikis nilai-nilai demokrasi dan membuka ruang bagi TNI untuk kembali berperan di ranah sipil, yang semestinya menjadi tanggung jawab aparatur sipil negara," kata Dimas.

Baca juga: Daftar Lengkap 8 Perwira yang Dimutasi Panglima TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi jadi Kapuspen

Ia juga menyoroti potensi meningkatnya pelanggaran HAM jika militer memiliki kewenangan lebih luas dalam urusan pemerintahan. 

Pasalnya, dalam beberapa kasus, TNI kerap terlibat dalam pengamanan proyek strategis nasional yang berujung pada tindakan represif terhadap masyarakat.

"Jika revisi ini disahkan, maka tindakan militer di ranah sipil bisa memiliki payung hukum, yang tentunya bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dan demokrasi," tegasnya.

Dengan berbagai kekhawatiran yang muncul, revisi UU TNI perlu dikaji lebih lanjut agar tidak membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi militer yang pernah menjadi momok dalam sejarah politik Indonesia.


( Tribunjogja.com / Kompas.com )

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved